MK Pertanyakan Perbedaan Tanda Tangan di Sidang Permohonan Uji Materi UULLAJ
anggota Majelis Hakim Konstitusi Maria Farida, mencecar lantaran ada beda tanda tangan antara permohonan awal dengan yang ada di permohonan perubahan
Penulis: Edwin Firdaus
Editor: Hasiolan Eko P Gultom
Arief menegaskan putusan pemalsuan tanda tangan ini bisa berakibat ke hukum pidana. Tapi karena ini bukan delik aduan maka ia mempersilakan Polri yang menangani persoalan ini.
Ia pun meminta Polri independen dalam mengusut kasus tersebut. Sebab menurutnya kredibilitas Polri juga dipertaruhkan.
Arief meminta paling lambat pada sidang yang akan datang, identifikasi tandatangan bisa diputuskan keasliannya. Sebab, kata dia, hal ini berhubungan erat dengan kelanjutan uji materi ini.
"Ini untuk menjaga kewibawaan mahkamah. Kalau ada permohonan dengan tandatangan palsu, itu melecehkan mahkamah. Para hakim sepakat harus kita jaga bersama kewibawaan mahkamah. Karena itu saya minta pada Polri meskipun sebagai pihak terkait yang berkenaan dengan permohonan ini, saya mohon Polri tetap independen," kata Arief.
Di tempat yang sama, Wakil Kepala Korps Lalu Lintas Polri, Brigadir Jenderal Pol Sam Budigusdian sebagai pihak terkait menyesalkan adanya perbedaan tanda tangan dalam permohonan tersebut. Sam mengyebut, jika terbukti ada pemalsuan tanda tangan, maka itu adalah penghinaan pada peradilan.
"Ini berat sekali menurut saya, pengadilan yang sangat mulia dilecehkan. Kalau itu palsu pengadilan dihentikan. Ini sungguh memalukan dan melecehkan," kata Sam.
Sam juga mendukung upaya majelis hakim yang meminta agar ahli forensi dari kepolisian akan turun tangan demi mengusut tandatangan palsu itu dengan pembanding KTP masing-masing kuasa hukum pemohon. Menurut Sam jika terbukti pemohon bisa dijerat dengan pasal pemalsuan.
Untuk diketahui, Koalisi untuk Reformasi Polri yang terdiri dari Indonesia Legal Roundtable diwakili Erwin Natosmal Oemar, Yayasan Lembaga Bantuan Hukum Indonesia (YLBHI) diwakili Julius Ibrani, dan lainnya menggugat sejumalh Pasal dalam UU Kepolisian dan UU LLAJ.
Mereka menyoalkan kewenangan kepolisian dalam menerbitkan SIM dan STNK.