Tri Sutrisno: Waspadai Gerakan Komunis Gaya Baru
Mantan Wakil Presiden Tri Sutrisno mengingatkan adanya ancaman Komunis Gaya Baru (KGB) yang sudah mulai menguasai Indonesia
Editor: Johnson Simanjuntak
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA – Mantan Wakil Presiden Tri Sutrisno mengingatkan adanya ancaman Komunis Gaya Baru (KGB) yang sudah mulai menguasai Indonesia, baik melalui budaya, informasi, dan ekonomi. Terutama kalangan anak muda yang menjadi sasaranya.
Penegasan tersebut disampaikan Tri Sutrisno dalam acara peringatan Hari Kesaktian Pancasila bertajuk "Pertahankan Pancasila sebagai Dasar Negara, Falsafah Hidup dan Ideologi Nagara, serta Waspadai Bahaya Laten Komunis" di Jakarta, kemarin.
Acara tersebut dihadiri berbagai tokoh nasional, di antaranya Mantan Wakil Presiden RI Tri Sutrisno, Ketua Majelis Permusyawaratan Rakyat Zulkifli Hasan, politikus Partai Golkar Aburizal Bakrie, Jenderal Purnawirawan TNI Agum Gumelar, Tokoh organisasi keagamaan Nahdlatul Ulama Salahuddin, Sastrawan Taufik Ismail, Komandan Pusat Polisi Militer Letjen Syamsuddin Jalal, dan sejumlah tokoh lain serta veteran.
Tri Sutrisno menambahkan, masuknya ancaman KGB tidak terlepas dari buah revormasi yang kebablasan, dimana semua orang bisa berpendapat bebas.
"Keliru reformasi kebebasan itu untuk tidak berpancasila, karena itu pancasila harus ditanamkan kepada generasi muda agar memiliki ketahanan pribadi yang berpancasila," tegasnya.
Menurutnya, tantangan saat ini lebih berat dari pada zaman sebelumnya. Bagaimana menanamkan pancasila pada generasi muda agar mereka bisa memahami dan menghayati.
"Gerakan PKI gaya baru ini mencoba merusak pikiran anak-anak muda yang tak paham sejarah. Mereka berupaya memutarbalikkan fakta dengan menyebut PKI sebagai korban kekejaman Pemerintah Orde Baru," jelasnya.
Dia juga menyoroti bagaimana kondisi perekonomian di tanah air yang sudah terjual kepada pihak asing melalui KGB. Banyak perusahaan-perusahaan yang sudah dikuasai asing, terutama Cina. Bahkan, beberapa BUMN juga sudah disusupi oleh asing.
“Sekarang ini pemerintahan baru, yang memilih juga orang-orang baru. Saya hanya menegaskan kepada mereka, Jangan sampai mencabut TAP MPRS XXV/1966. Kalau sampai ini dicabut, Komunis akan bangkit kembali dengan gaya barunya,” tegas Pendiri Gerakan Pemantapan Pancasila tersebut.
Disinggung wacana pemerintah akan meminta maaf kepada keluarga Partai Komunis Indonesia (PKI)? Tri Sutrisno secara tegas menyatakan ketidaksetujuannya Presiden RI Joko Widodo meminta maaf kepada karena partai tersebut pengkhianat bangsa dengan dua kali memberontak.
"Saya tidak setuju jika presiden meminta maaf kepada PKI. Indonesia adalah Pancasila," katanya.
Pemberontakan pertama terjadi di Madiun, Jawa Timur pada 1948, banyak tokoh agama, pejabat, dan rakyat yang menjadi korban, namun pemberantasannya tidak tuntas.
Sehingga muncul kembali melalui Gerakan 30 September (G30S) PKI. "Kemunculannya diawali setelah Konferensi Meja Bundar (KMB) dan mengikuti Pemilu 1955," katanya.
Karena itu, dia meminta oknum-oknum saat ini yang masih "memikul" ideologi komunis, untuk meninggalkannya, please, tinggalkanlah.
Janganlah putar balik fakta, katanya menyinggung adanya berbagai oknum yang mendesak agar Tap MPRS yang melarang PKI untuk dicabut.
Sementara itu, Ketua Persatuan Purnawirawan dan Warakuri TNI & Polri (Pepabri) Agum Gumelar menyatakan rekonsiliasi itu bagus karena Indonesia cinta persatuan dan perdamaian.
Namun, dia meminta kepada generasi muda untuk mengantisipasi ancaman gerakan baru komunis yang mulai muncul.
"Tapi jangan diartikan rekonsiliasi itu menghapuskan catatan sejarah. MPR menjadi penjaga gawang dari kekuatan yang ingin menghapus tap MPRS. Jangan sampai ini dihapuskan karena akan mengancam kedaulatan RI dan pancasila," katanya.
Ketua Majelis Permusyawaratan Rakyat (MPR) Zulkifli Hasan juga mengakui adanya kebangkitan KGB di Indonesia. Namun, dia tidak menyebutkan secara jelas ciri-ciri dan model KGB yang dimaksudkan.
“Iya, komunis di Indonesia masih ada, tapi dengan gaya baru. Tapi kita kan sedang kokoh jadi sulit digoyahkan. Kita kembalikan semuanya ke pancasila,” jelasnya.
Zulkifli Hasan juga meminta semua orang ikut mengamalkan Pancasila sebagai ideologi bangsa dalam kehidupan sehari-hari. Ini perlu dilakukan agar Pancasila tetap lestari.
Tokoh Organisasi Keagamaan Nahdlatul Ulama Salahuddin Wahid mengatakan, berkembangnya berbagai ideologi yang bertentangan dengan Pancasila patut diwaspadai sebagai upaya pengikisan nilai-nilai kebangsaan.
Karena itu, pengamalan nilai-nilai Pancasila menjadi kunci untuk mencegah perpecahan serta mempertahankan persatuan Indonesia.
"Pancasila adalah pemersatu bangsa Indonesia yang mampu menangkal berbagai ideologi yang bertentangan dengan Pancasila, termasuk paham radikal," kata Salahuddin
Acara itu diprakarsai berbagai organisasi, di antaranya Legiun Veteran Indonesia, Gerakan Pemantapan Pancasila, Forum Komunikasi Purnawirawan TNI Polri, Front Pembela Proklamasi 45, Masyarakat Pancasila, dan Gerakan Penegak Ketahanan Bangsa.