Rizal Abdullah Mohon ke Hakim Agar Bisa Bawa Ipad Dalam Tahanan
Hakim Sutio Jumagi Akhirno menilai, masalah tahanan merupakan urusan Kepala Rutan
Penulis: Wahyu Aji
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA – Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) kembali menggelar sidang lanjutan dengan terdakwa mantan Kepala Dinas Pekerjaan Umum Bina Marga Provinsi Sumatera Selatan, Rizal Abdullah, Senin (5/10/2015).
Dalam sidang, terdakwa dugaan korupsi pembangun Wisma Atlet Jakabaring, Palembang ini memohon kepada hakim Pengadilan Tindak Pidana Korupsi Jakarta untuk dapat menggunakan Ipad di dalam Rumah Tahanan.
"Kami ingin menggunakan teknlogi untuk mempermudah komunikasi, karena repot harus izin segala macam. Mohon dizinkan bisa gunakan laptop atau Ipad. Mohon izin yang mulia," kata Rizal kepada hakim di Pengadilan Tipikor, Jakarta.
Hal ini kata Rizal untuk memudahkan komunikasi dengan tim penasihat hukumnya.
Namun, permohonan itu tak dikabulkan Majelis Hakim Pengadilan Tipikor. Hakim berpendapat, permohonan Rizal bukan di luar kewenangan pengadilan.
Hakim Sutio Jumagi akhirnya menilai, masalah tahanan merupakan urusan Kepala Rutan.
"Itu wewenang rutan. Kami tak punya wewenang, kecuali izin keluar. Mau pakai sping bed kalau diizinkan ngga apa-apa," katanya.
Diketahui, Rizal Abdullah, didakwa telah merugikan negara sebesar Rp 54,7 miliar dalam proyek pembangunan wisma atlet.
Rizal yang juga menjabat sebagai Ketua Komite Pembangunan wisma atlet itu menguntungkan PT DGI sebesar Rp 49.010.199.000.
Jaksa Penuntut Umum pada KPK, Nurul Widiasih saat membacakan surat dakwaan di Pengadilan Tipikor, Jakarta, Rabu (29/7/2015).
Dalam dakwaan, juga disebutkan Rizal Abdullah menerima hadiah dari PT DGI berupa uang sebesar Rp 350.000.000.
Hadiah itu diberikan karena Rizal telah melakukan pengaturan agar PT DGI ditetapkan sebagai pemenang pelelangan umum untuk pekerjaan pembangunan wisma atlet dan gedung serbaguna Provinsi Sumatera Selatan.
Selain hadiah berupa uang, kata Jaksa, Rizal juga menerima berbagai fasilitas lainnya, seperti tiket perjalanan, dan penginapan, yang nilainya sekitar Rp 50 juta.
"Serta berbagai fasilitas dari PT DGI, berupa pembayaran Golf Fee Riverside Club Bogor sejumlah Rp 6 juta, akomodasi menginap di Hotel Santika Jakarta sejumlah Rp 3,7 juta, tiket pesawat Garuda Indonesia tujuan Jakarta-Sydney-Jakarta atas nama terdakwa, istri terdakwa, dan dua anaknya, sejumlah 3,3 Dollar Amerika Serikat dan akomodasi Hotel Sheraton on Park Sydney sejumlah 1,168 Dollar AS," kata Jaksa.
Atas perbuatan tersebut, Rizal diancam pidana sebagaimana diatur dalam Pasal 2 ayat 1 juncto Pasal 18 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999, sebagaimana diubah dengan UU Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi.