Masalah-masalah Krusial Timbul dalam RUU KPK yang Diusulkan DPR
Institute for Crimina Justice Reform (ICJR) melihat ada upaya pelemahan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK)
Penulis: Srihandriatmo Malau
Editor: Johnson Simanjuntak
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Institute for Crimina Justice Reform (ICJR) melihat ada upaya pelemahan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) dalam materi naskah RUU KPK yang diusulkan DPR.
Kepada Tribun, Peneliti ICJR, Erasmus AT Napitupulu Rabu (7/10/2015), menunjukkan sejumlah pasal krusial untuk melemahkan atau membajak KPK.
Berikut masalah krusial dalam draf Rancangan Undang-Undang (RUU) Perubahan atas Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2002 tentang KPK yang diserahkan kepada anggota Badan Legislasi DPR RI, pada Selasa (6/10/2015).
1. KPK sengaja dibuat secara adhoc (sementara waktu) dengan jangka waktu yang terbatas.
Ketentuan ini Menyederhanakan masalah penanganan korupsi Indonesia, seakan-akan masalah korupsi yang dapat diselesaikan dengan 12 tahun
Ketentuan ini juga menitikberatkan bahwa masalah penanganan korupsi hanya kepada penegakan hukum, bukan hanya kepada pencegahan dll (sesuai fungsi KPK)
Hal itu terlihat dalam Pasal 5, "Komisi Pemberantasan Korupsi dibentuk untuk masa waktu 12 tahun sejak Undang-Undang ini diundangkan."
Pun Pasal 73 "Undang-Undang ini mulai berlaku pada tanggal diundangkan dan berakhir setelah 12 tahun sejak diundangkan.
Agar setiap orang mengetahuinya, memerintahkan pengundangan Undang-Undang ini dengan penempatannya dalam Lembaran Negara Republik Indonesia."
2. Kewenenagan KPK hanya terbatas kepada Korupsi paling sedikit Rp. 50 milyar.
Kondisi ini akan mengecilkan jumlah kasus yang akan di tangani oleh KPK.
Hal itu terlihat dalam Pasal 13.
Dalam melaksanakan tugas sebagaimana dimaksud dalam Pasal 7 huruf d, Komisi Pemberantasan Korupsi berwenang melakukan penyelidikan, penyidikan, tindak pidana korupsi yang:
(b) menyangkut kerugian negara paling sedkit Rp 50.000.000.000,00