Pimpinan KPK: Tak Tepat Penanganan Korupsi Berdasar Nilai Kerugian Negara
KPK berpendapat bahwa pemberantasan korupsi tidak berpijak pada nilai-nilai kuantitatif sebagaimana termaktub dalam revisi UU KPK usulan DPR.
Penulis: Eri Komar Sinaga
Editor: Y Gustaman
Laporan Wartawan Tribunnews.com, Eri Komar Sinaga
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) berpendapat bahwa pemberantasan korupsi tidak berpijak pada nilai-nilai kuantitatif sebagaimana termaktub dalam revisi Undang-Undang KPK usulan DPR.
"Tapi lebih pada perilaku perbuatan tercela dari pelaku. Jadi tidak tepat nilai penanganan korupsi dilihat dari nilai kerugiannya," ujar Wakil Ketua KPK, Indriyanto Senoadji saat dihubungi di Jakarta, Rabu (7/10/2015).
Indriyanto mengomentari satu dari pasal yang termaktub dalam draf revisi UU KPK, khususnya pasal 13 poin b. Inti pasal itu menyebutkan penyelidikan dan penyidikan KPK dimungkinkan jika kerugian negaranya minimal mencapai Rp 50 miliar.
Menurut Indriyanto, menjadii kewajiban penegak hukum baik KPK, Polri dan Kejaksaan nanti yang menilai kerugian negara.
Masih menurut draf revisi, jika jumlah kerugian negara di bawah Rp 50 miliar maka KPK harus menyerahkan seluruh penyidikan, barang bukti dan tersangka ke kepolisian dan kejaksaan.
"Dalam hal KPK telah melakukan penyidikan di mana ditemukan kerugian negara dengan nilai di bawah Rp 50 miliar, maka wajib menyerahkan tersangka dan seluruh berkas perkara berserta alat bukti dan dokumen lain yang diperlukan kepada kepolisian dan kejaksaan paling lambat 14 hari," demikian petikan pasal 13 draf revisi UU KPK usulan DPR.