Pemerintah dan DPR Diminta Hapus Hukuman Mati Lewat Revisi KUHP
Diantaranya melalui Rancangan Kitab Undang-undang Hukum Pidana (KUHP) yang tengah dibahas pemerintah dan DPR
Penulis: Abdul Qodir
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Menyambut peringatan Hari Anti-hukuman Mati Sedunia 10 Oktober hari ini, Lembaga Studi dan Advokasi Masyarakat (ELSAM), kembali mendorong penghapusan praktik pidana mati di Indonesia.
Diantaranya melalui Rancangan Kitab Undang-undang Hukum Pidana (KUHP) yang tengah dibahas pemerintah dan DPR.
ELSAM kembali menyampaikan alasan perlunya penghapusan hukuman mati, yakni karena hal tersebut suatu bentuk pengingkaran terhadap hak asasi manusia (HAM).
"ELSAM melihat setidaknya masih ada harapan bagi Indonesia untuk meniadakan praktik keji ini melalui Rancangan KUHP (RKUHP) yang saat ini tengah digodok di DPR," kata peneliti ELSAM, Wahyudi Djafar, dalam keterangan pers, Sabtu (10/10/2015).
Menurutnya, ketentuan Pasal 90 dalam Rancangan KUHP memungkinkan pelaksanaan pidana mati ditunda dengan masa percobaan 10 tahun.
Apabila selama masa percobaan terpidana menunjukkan sikap dan perbuatan yang terpuji, maka pidana mati dapat diubah menjadi pidana seumur hidup atau pidana penjara paling lama 20 tahun.
Wahyudi mengatakan, pihaknya mengapresiasi adanya ketentuan Pasal 90 dalam Rancangan KUHP memungkinkan pelaksanaan pidana mati ditunda dengan masa percobaan 10 tahun.
Di mana, apabila selama masa percobaan si terpidana menunjukkan sikap dan perbuatan yang terpuji, maka pidana mati dapat diubah menjadi pidana seumur hidup atau pidana penjara paling lama 20 tahun.
Meski demikian, ELSAM juga mengkritisi rencana pemberlakuan peraturan tersebut.
Sebab, dampak terpidana mati yang menunggu status eksekusinya selama 10 tahun tersebut terbilang perbuatan kejam dan tidak manusiawi.
"Oleh karena itu, melalui peringatan hari antihukuman mati ini, ELSAM terus mendorong pemerintah Indonesia untuk menghapuskan segala macam bentuk tindakan yang dapat mencederai penghormatan, perlindungan dan pemenuhan HAM, termasuk dalam bentuk penerapan pidana mati.
Oleh karena itu, ELSAM mendesak pemerintah Indonesia untuk melakukan moratorium eksekusi terpidana mati.
Selain itu, pemerintah juga diminta untuk meninjau kembali semua putusan pengadilan yang memberikan vonis pidana mati, mengingat masih tingginya peluang peradilan sesat (miscarriage of justice) dan juga perlunya merevisi semua peraturan perundang-undangan yang masih memberlakukan sanksi pidana mati.
Menurut Wahyudi, langkah Indonesia yang saat ini kembali menggiatkan penerapan hukuman mati, diantaranya mengeksekusi 14 terpidana mati sepanjang 2015 ini, tidak sejalan dengan nilai-nilai kemanusiaan.