Usai Diperiksa, Rektor Berkley Tutupi Wajahnya dari Sorotan Kamera TV
LK diperiksa sejak pukul 11.40-19.30 WIB. Usai pemeriksaan, LK irit bicara.
Penulis: Theresia Felisiani
Editor: Hasanudin Aco

TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Selama tujuh jam, Rektor Universitas Berkley, LK, diperiksa penyidik Bareskrim sebagai tersangka pemalsuan ijazah dan penyelenggaraan pendidikan tanpa izin.
LK diperiksa sejak pukul 11.40-19.30 WIB. Usai pemeriksaan, LK irit bicara.
Dia memilih menutupi mukanya dari sorotan kamera televisi dan juru foto menggunakan jas abu-abunya.
Ketika ditanya soal materi pemeriksaan, dan berapa pertanyaan yang ditanyakan penyidik, LK sama sekali tidak bergeming dan terus menutupi mukanya.
"Sudah-sudah, kalau dibayar saya kasih tahu, kalau gak dibayar saya gak mau kasih tahu," singkatnya sambil berlalu meninggalkan Bareskrim.
Untuk diketahui, setelah dua kali mangkir akhirnya hari ini Senin (12/10/2015) LK memenuhi panggilan penyidik Bareskrim sebagai tersangka pemalsuan ijazah dan penyelenggaraan pendidikan tanpa izin.
Seharusnya LK diperiksa pada Selasa (6/10/2015) namun ia tidak hadir karena alasan sakit. Lalu saat panggilan kedua Jumat (9/10/2015), LK juga mengaku sakit dan mengajukan surat dari Rumah Sakit Bhakti Asih, Tangerang.
Untuk diketahui Bareskrim menetapkan pengelola Universitas Berkley di Jalan Proklamasi, Jakarta Pusat, LK sebagai tersangka karena terbukti melakukan tindak pidana penyelenggaraan pendidikan tanpa izin, gelar tanpa hak, pemberian ijazah, dan pemalsuan surat keterangan menteri tentang penyetaraan gelar internasional.
Selain menetapkan tersangka pada LK, penyidik juga telah memeriksa beberapa saksi diantaranya mahasiswa, staf Kementerian Riset, Teknologi dan Pendidikan Tinggi, serta penyelenggara.
Berdasarkan hasil penyelidikan dan pemeriksaan diketahui jumlah mahasiswa di sana ada sekitar 40 orang. Untuk bisa mengikuti perkuliahan, mereka diwajibkan membayar Rp 60-70 juta demi bisa mendapatkan gelar PhD.
"Universitas ini berhasil meyakinkan masyarakat yang mencari gelar tinggi. Pengelola tidak melibatkan banyak orang. Pengajar hanya dilakukan oleh para alumni," terang Kasubdit Politik dan Dokumen Dit Tipidum Bareskrim Polri, Kombes Rudi Setiawan.
Agar lebih meyakinkan para korban, diutarakan Rudi pengelola mengajak orang agar masuk ke Universitas Berkeley melalui internet dan menyebar brosur serta seolah-olah memiliki kekuatan hukum mampu meyakinkan orang.
Atas perbuatannya, tersangka dijerat dengan pasal 19 Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2012 subsider pasal pemalsuan dengan ancama 10 tahun penjara.