Majalah Lentera Edisi 'Salatiga Kota Merah' Ditarik karena Buat Gaduh
Diduga itu akan menciptakan semacam kegaduhan di masyarakat Salatiga.
Penulis: Glery Lazuardi
Editor: Johnson Simanjuntak
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Majalah Lentera Edisi "Salatiga Kota Merah" karya Lembaga Pers Mahasiswa (LPM) Lentera, Universitas Kristen Satya Wacana (UKSW), telah dibuat sesuai kaidah jurnalistik.
Lantas mengapa majalah itu ditarik dari peredaran? Salah satu alasan karena dikhawatirkan menciptakan kegaduhan di Kota Salatiga, Jawa Tengah.
"Diduga itu akan menciptakan semacam kegaduhan di masyarakat Salatiga. Padahal menurut saya secara contain di pemberitaan sudah memenuhi kaidah jurnalistik," tutur Presidium Forum Alumni Aktivis Perhimpunan Pers Mahasiswa Indonesia, Agung Sedayu, di Kantor Komnas HAM, Kamis (22/10/2015).
Karya jurnalistik ini mengangkat dampak peristiwa Gerakan 30 September bagi Kota Salatiga, Jawa Tengah. Edisi "Salatiga Kota Merah" terbit 500 eksemplar dan dijual seharga Rp 15.000.
Edisi itu mengupas peristiwa pembantaian simpatisan dan terduga PKI di Kota Salatiga dan sekitarnya. LPM Lentera melakukan reportase di empat titik pembantaian, yaitu lapangan Skeep Tengaran, Kebun Karet di Tuntang dan Beringin serta di Gunung Buthak di Susukan.
LPM Lentera melakukan penelusuran tentang Walikota Salatiga Bakri Wahab yang diduga anggota PKI, serta penangkapan Komandan Korem 73/Makutarama Salatiga.
"Secara obyektif tidak ada unsur-unsur provokasi. Mereka meluruskan hasil liputan. Mewawancarai pelaku sejarah, riset, dan melakukan pooling. Itu mereka melakukan sangat lengkap," tuturnya.
Peristiwa ini berawal dari beredarnya Majalah Lentera berjudul "Salatiga Kota Merah". Ini merupakan karya jurnalistik LPM Lentera, UKSW. Karya jurnalistik ini mengangkat dampak peristiwa Gerakan 30 September bagi Kota Salatiga, Jawa Tengah.
Edisi "Salatiga Kota Merah" terbit 500 eksemplar dan dijual seharga Rp 15.000. Majalah ini disebarluaskan ke masyarakat Kota Salatiga dengan cara menititipkan ke kafe, instansi pemerintahan di Kota Salatiga dan organisasi kemasyarakat di Semarang, DKI Jakarta dan Yogyakarta.
Seminggu setelah penerbitan karya jurnalistik itu atau pada 16 Oktober 2015, pimpinan LPM Lentera dipanggil menghadap pihak UKSW. Kesepakatan yang dihasilkan adalah redaksi Lentera harus menarik semua majalah yang tersisa dari semua agen. Ini dimaksudkan untuk menciptakan situasi yang kondusif pada masyarakat Kota Salatiga.
Aparat Polres Salatiga juga menarik peredaran Majalah Lentera edisi "Salatiga Kota Merah". Pada Minggu (18/10), Pemimpin Umum LPM Lentera Arista Ayu Nanda, Pemimpin Redaksi LPM Lentera, Bima Sakti Putra bersama bendahara LPM Lentera, Septi Dwi Astuti diperiksa di Mapolres Salatiga.