Luhut Panjaitan Akui Pemerintah Salah Baca Prediksi El Nino
Menteri Kordinator Politik Hukum dan Keamanan (Menkopolhukam) Luhut Binsar Panjaitan pemerintah salah memprediksi gelombang panas El Nino.
Editor: Yulis Sulistyawan
Laporan Wartawan Tribunnews.com, Nurmulia Rekso Purnomo
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Menteri Kordinator Politik Hukum dan Keamanan (Menkopolhukam) Luhut Binsar Panjaitan pemerintah salah memprediksi gelombang panas El Nino.
Gelombang El Nino ini menjadi salah satu penyebab luasnya hutan dan lahan di tanah air yang terbakar.
"Saya harus jujur, saya tidak tahu, meteorologi, El Nino ini jauh lebih buruk dari prediksi. Sudah dikasih tahu bulan Maret, tapi kita tidak tahu ini lebih buruk," kata Luhut Panjaitan di kantor Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB), Jakarta, Rabu (28/10/2015).
Menurut Luhut, hingga akhir bulan Oktober ini musim hujan belum tiba. Memang ada sejumlah hujan di beberapa wilayah tanah air, namun intensitasnya kecil.
Gelombang panas yang berkepanjangan, ditambah dengan lahan yang rusak, telah menyebabkan munculnya titip api dalam jumlah banyak.
"Saya katakan, saya tidak malu, ramalan kami keliru, buahnya adalah kerja keras," ujarnya.
Kebakaran hutan dan lahan di sejumlah wilayah di tanah air sudah berlangsung lebih dari 100 hari. Kebakarang mengakibatkan 19 warga meninggal, ratusan ribu warga menderita gangguan kesehatan, dan puluhan juta terancam terganggu kesehatannya.
Luhut memastikan pemerintah terus berupaya maksimal untuk menanggulangi masalah tersebut.
Caranya, melakukan pemadaman titik api dengan menggandeng pihak asing. Kemudian melakukan penegakan hukum serta menyusun rencana restorasi lahan gambut.
"Kita bekerja terintegrasi, sistematis. Kita semua bekerja keras," terangnya.
Saat ini dengan turunnya hujan di sejumlah daerah, titik api sudah berkurang.
Awan di sejumlah lokasi terjadinya kebakaran, juga sudah mulai bermunculan. Awan tersebut bisa dimanfaatkan untuk membuat hujan buatan.
"Semua awan langsung kita attack (serang). Airborne (terbang) kan semua pesawat. Selama ini tidak dilakukan, karena tidak ada peluang awan," ujarnya.