Jusuf Kalla Akui DPR Memberikan Argumen yang Bagus Soal PMN
Rancangan Undang-Undang Anggaran Pendapatan Belanja Negara (RUU APBN) akhirnya disetujui
Editor: Johnson Simanjuntak
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Rancangan Undang-Undang Anggaran Pendapatan Belanja Negara (RUU APBN) akhirnya disetujui oleh Badan Anggaran DPR dini hari tadi, Jumat (30/10/2015).
Jusuf Kalla mengaku bersyukur atas hal tersebut, walaupun sebenarnya rancangan itu masih terus dibahas di sidang paripurna.
"Jadi kita bersyukur DPR dan kita saling memahami," kata Jusuf Kalla kepada wartawan di kantor Wakil Presiden RI, Jakarta Pusat, Jumat (30/10/2015).
Dalam rancangan yang disahkan Banggar dini hari tadi, postur penerimaan negara disepakati Rp1.822,5 triliun dan belanja negara Rp2.095 triliun di mana transfer daerah dan dana desa sebesar Rp770,2 triliun. Sementara defisit anggaran mencapai Rp273,2 triliun atau 2,15 persen dari APBN.
Rapat di Banggar memutuskan bahwa tidak ada Penyertaan Modal Negara (PMN) untuk Badan Usaha Milik Negara (BUMN) sebesar Rp 39 triliun, karena dianggap kurang tepat mengingat kondisi perekonomian Indonesia saat ini.
DPR berharap anggaran difokuskan untuk program-program kerakyatan, daripada untuk BUMN.
Jusuf Kalla mengaku sempat melobi koleganya di Partai Politik, untuk meloloskan PMN. Kata dia hampir semua Ketua Umum Partai Politik yang masuk parlemen sudah ia hubungi, namun kenyataannya usulan PMN dari pemerintah tidak disetujui di Banggar.
"Bahwa PMN itu tidak sesuai dengan aspirasi DPR, ya kita ikuti, DPR memberikan argumentasi yang bagus," ujarnya.
Dengan pembatalan PMN, ia yakin keputusan itu tidak akan sampai menghambat kinerja BUMN. Pasalnya PMN tersebut diusulkan untuk menambah pendapatan pemerintah, bukan hanya untuk operasional BUMN.
Dalam rapat Banggar dini hari tadi, hanya satu partai yang menolak, yakni Partai Gerindra. Partai yang dipimpin Prabowo Subianto itu menganggap angka-angka yang diajukan pemerintah dalam RAPBN, sangat tidak masuk akal. Jusuf Kalla memahami sikap Paartai Gerindra.
"Memang demokrasi itukan tidak seratus persen, tidak harus seratus persen, yang penting mayoritas," katanya.