Nikmati berita interaktif dan LIVE report 24 jam hanya di TribunX
Tribun

Ikut Program Bela Negara Digaji Rp 5 Juta Solusi Atasi Pengangguran

Sehingga akan berkesinambungan dengan bela negara.

Penulis: Edwin Firdaus
Editor: Hasanudin Aco
zoom-in Ikut Program Bela Negara Digaji Rp 5 Juta Solusi Atasi Pengangguran
TRIBUNNEWS/HERUDIN
Menteri Pertahanan (Menhan) Ryamizard Ryacudu memberikan pengarahan kepada peserta calon pembina bela negara, di Badiklat Kemhan, Jakarta Pusat, Kamis (22/10/2015). Menhan membuka kegiatan pembentukan kader pembina bela negara di 45 kabupaten/kota di Seluruh Indonesia, yang diikuti 4500 kader. TRIBUNNEWS/HERUDIN 

Dia pun coba membandingkan program yang mirip bela negara di zaman pascakemerdekaan Indonesia. ‎

Misalnya pembebasan Irian Barat atau Ganyang Malaysia. Ketika itu, banyak dibuka pendaftaran menjadi relawan.

"Waktu untuk Trikora (Tri Komando Rakyat) pembebasan Irian Barat, dibuka pendaftarannya, ada banyak yang mendaftar dan ada pelatihannya. Juga saat Ganyang Malaysia tahun 1962-1963 pendaftaran juga dilakukan," kata Asvi.

Di sana, kata Asvi, pendafataran membela negara tersebut relevan karena terdapat ancaman kontak atau perang fisik‎.

Namun setelahnya, praktis tak ada ancaman perang yang secara nyata dialami Indonesia.

"Ada konflik seperti Pulau Ligitan, Sipadan, Ambalat, tapi itu bukan konflik yang mengarah ke peperangan. Kalau sukarelawan ke Irian Barat itu untuk merebut Irian Barat, ada perang secara fisik. dan Ganyan Malaysia juga ada ancaman (kontak) fisik," kata Asvi.

Karena itu, dia mempertanyakan program bela negara ini karena konsepnya hampir sama dengan wajib militer.

Berita Rekomendasi

Namun, saat ini perang secara fisik dengan mengangkat senjata sudah tidak ada dialami Indonesia.

Sebaiknya, kata Asvi, program bela negara bila harus berlanjut, dapat digunakan sebagai upaya membebaskan Indonesia yang secara tidak langsung masih menjajah Indonesia.

Seperti di sektor sumber daya alam.

"Sekarang begitu banyak lahan yang dikuasai asing. Bung Karno sendiri mengatakan penjajahan sebelum 1945 itu penjajahan fisik. Setelah itu penjajahan tidak langsung. Penjajahnya bisa saja ada di luar negeri. Praktik itu terjadi (di Indonesia saat ini). Harusnya kita bersiap untuk menghadapi itu," imbuh Asvi.‎

Dapatkan Berita Pilihan
di WhatsApp Anda
Baca WhatsApp Tribunnews
Tribunnews
Ikuti kami di
© 2024 TRIBUNnews.com,a subsidiary of KG Media. All Right Reserved
Atas