Pengamat: Sering Reshuffle Kabinet Berarti Ada Persoalan di Pemerintahan Jokowi
Karena itu, sejak awal presiden terpilih diharapkan menentukan kabinetnya bukan atas dasar barter politik atau transaksi.
Penulis: Srihandriatmo Malau
Editor: Hasanudin Aco
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Proses perombakan (reshuffle) anggota kabinet pemerintahan dalam suatu pemerintahan adalah sesuatu yang lumrah terjadi. Pergantian merupakan bagian dari upaya penyegaran dan perbaikan dalam rangka peningkatan kinerja pemerintah.
Menurut Pengamat Politik Sebastian Salang perubahan kabinet yang dilakukan terus menerus dalam suatu masa pemerintahan tidaklah bagus dalam konteks stabilitas politik, kenyamanan bekerja dan kesinambungan program.
Karena itu, sejak awal presiden terpilih diharapkan menentukan kabinetnya bukan atas dasar barter politik atau transaksi.
Tapi berdasarkan profesionalitas, kapabilitas serta integritas orang.
Itu jika Presiden Joko Widodo (Jokowi) akan melakukan pergantian kabinet tahap dua dalam waktu yang relatif singkat.
"Dijelaskan atau tidak kepada publik, tetapi pergantian kabinet dan rencana reshuffle tahap II adalah signal bahwa ada persoalan di tubuh pemerintahan Jokowi saat ini," ujar Sebastian kepada Tribunnews.com, Selasa (3/11/2015).
Menurut Sebastian, hembusan pergantian dan rencana bergabungnya PAN dalam kabinet secara politik dapat dipahami sebagai upaya memperkuat dukungan di parlemen.
"Tetapi disisi yang lain menunjukan bahwa penyusunan kabinet ini syarat transaksi," jelas Koordinator Forum Masyarakat Peduli Parlemen Indonesia (Formappi) ini.
Padahal, kata dia, Presiden Jokowi dulu berkampanye tidak ada transaksi, koalisi tanpa syarat.
"Fakta ini menunjukan Presiden Jokowi sedang tersandera politik balas budi dan politik transaksional," tegasnya.
Meski demikian, kita berharap 4 tahun ke depan pemerintahan ini bisa berbuat banyak untuk menyelesaikan berbagai persoalan bangsa yang sedang dihadapi. Baik yang ada didalam negeri maupun persoalan yang datang dari luar.