Surat Edaran Kapolri Terkait Hate Speech Sudah Berlaku
Kepala Kepolisian Republik Indonesia Jenderal Polisi Badrodin Haiti menjelaskan SE terkait penanganan ujaran kebencian ditujukan untuk internal Polri.
Editor: Gusti Sawabi
Tribunnews.com, Magelang - Kepala Kepolisian Republik Indonesia Jenderal Polisi Badrodin Haiti menjelaskan bahwa surat edaran terkait penanganan ujaran kebencian atau hate speech ditujukan untuk internal Polri.
Dengan demikian, anggota Polri dapat mengetahui bentuk-bentuk ujaran kebencian serta tindakannya.
Surat Edaran (SE) bernomor SE/6/X/2015 itu telah diteken Badrodin pada 8 Oktober 2015 dan telah dikirim ke seluruh Polda hingga Polsek.
"Agar anggota tahu bentuk-bentuk ujaran kebencian itu seperti apa dan apa yang harus dilakukan oleh anggota Polri, dalam SE tertuang seperti itu," kata Badrodin di Kompleks Akademi Militer (Akmil) Kota Magelang, Jawa Tengah, Senin (2/11/2015) malam.
Sudah berlaku
Badrodin mengemukakan, pembuatan SE tersebut mengacu Kitab Undang-undang Hukum Pidana (KUHP) yang berlaku. Dia menyebutkan dalam ketentuan pidana telah memuat tentang ujaran kebencian, antara lain pasal 56, 57, 310, dan 311.
Penanganan ujaran kebencian juga termuat dalam UU ITE.
"Jadi kalau tidak ada surat edaran pun pasal-pasal (penanganan hate speech) itu tetap berlaku dan mengikat," ujar Badrodin.
Masalah terkait hate speech, sebut Badrodin, antara lain provokasi, penghasutan, pencemaran nama baik, penghinaan dan penistaan.
Polisi bisa menindak pelaku hate speech itu jika ada laporan (delik aduan) atau bisa saja memanggil lalu mengecek pihak-pihak yang terindikasi melakukan hal itu.
"Kalau ada yang mengatakan hal-hal yang bersifat provokatif, polisi bisa saja memanggil (pelaku). Dicek alasannya apa, supaya ke depan tidak sewenang-wenang," ucapnya.
Badrodin mencontohkan penindakan terhadap pelaku hate speech adalah saat polisi melakukan razia terhadap ribuan suporter klub sepak bola di Jakarta beberapa waktu lalu.
"Saat itu polisi lakukan razia supporter di kawasan Pancoran, Kebun Jeruk, itu semua akibat dari hasutan. Makanya kita proses. Bisa saja nanti hate speech ini akan mendiskreditkan kelompok atau agama dan suku tertentu, itu akan kita proses," ujarnya.
Lebih lanjut Badrodin menegaskan bahwa Indonesia merupakan negara demokrasi yang membebaskan rakyat untuk berbicara dan menyampaikan pendapat.
Akan tetapi Badrodin juga mengingatkan bahwa Indonesia merupakan negara hukum, sehingga ada hal-hal yang dilarang jika melanggar hukum.
"Polisi harus bisa membedakan mana yang kebebasan berbicara dan mana yang masuk pidana," tuturnya.( Kontributor Magelang, Ika Fitriana)
Kirim Komentar
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.