MK Selaraskan Pemahaman Atasi Polemik Terhadap Paslon Tunggal
Selain hakim konstitusi, rakor yang dipimpin Ketua MK, Arief Hidayat ini juga dihadiri Ketua KPU Husni Kamil Malik
Penulis: Edwin Firdaus
Editor: Johnson Simanjuntak
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Mahkamah Konstitusi (MK) menggelar rapat koordinasi persiapan penanganan perkara perselisihan hasil Pilkada dengan satu pasangan calon atau calon tunggal, Kamis (5/11/2015) siang, di Gedung MK, Jakarta Pusat.
Selain hakim konstitusi, rakor yang dipimpin Ketua MK, Arief Hidayat ini juga dihadiri Ketua KPU Husni Kamil Malik, Ketua Bawaslu Muhammad dan Ketua DKPP, Jimly Asshiddiqie.
Rakor menurut Arief, membahas mengenai berbagai potensi permasalah yang muncul pada perkara sengketa pilkada calon tunggal serta sekaligus langkah antisipasinya.
Sebelumnya, melalui putusan nonor 100/PUU-XIII/2015 mengenai Pemilihan Gubernur, Bupati, dan Wali Kota, MK memberikan peluang penyelenggaraan Pilkada dengan calon tunggal melalui mekanisme referendum guna menjamin hak konstitusional rakyat agar tetap dapat memilih dan dipilih.
Mekanisme refrendum tersebut dilakukan dengan memberikan kesempatan kepada rakyat untuk menyatakan setuju atau tidak setuju dalam surat suara yang didesain sedemikian rupa sehingga memungkinkan rakyat atau pemilih menentukan pilihan.
"Apabila pilihan setuju memperoleh suara terbanyak maka pasangan calon ditetapkan sebagai kepala daerah dan wakil kepala daerah terpilih. Namun jika tidak setuju memperoleh suara terbanyak, maka pemilihan ditunda sampai pilkada berikutnya," kata Arief.
Meski dinilai solutif putusan tersebut oleh sejumlah kalangan, namun putusan MK masih menimbulkan polemik. Utamanya mengenai mekanisme pengajuan gugatan perselisihan atau sengketa pilkada dengan calon tunggal serta para pihak yang berhak mengajukan gugatan tersebut ke MK.
Nah, mengantisipasi itu, Mahkamah kata Arief telah menyusun peraturan MK tentang pedoman beracara dalam perselisihan hasil Pilkada dengan satu paslon tunggal.
"Melalui rapat koordinasi ini, diharapkan akan muncul satu kesepahaman antara MK sebagai lembaga yang berwenang memutus perkara perselisihan hasil pilkada dengan para penyelenggara pilkada, baik KPU, Bawaslu, maupun DKPP," katanya.