Menhan Minta Belanda Jangan Ikut Campur Urusan Indonesia
Namun menurut Menteri Pertahanan, Ryamizard Ryacudu, seharusnya kasus tersebut tidak usah diungkit lagi.
Penulis: Nur Lembang
Editor: Hasanudin Aco
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Hari ini, rencananya Pengadilan Rakyat 65 terkait pelanggaran HAM di Indonesia seputar tahun 1965, akan digelar di Den Haag, Belanda.
Namun menurut Menteri Pertahanan, Ryamizard Ryacudu, seharusnya kasus tersebut tidak usah diungkit lagi.
"Kita tidak perlu ungkit-ungkit itu lagi kebelakang. Jadi mundur," kata Ryamizard kepada wartawan usai menghadiri upacara peringatan hari pahlawan, di Taman Makam Pahlawan, Kalibata, Jakarta Selatan, Selasa (10/11/2015).
Peristiwa pada tahun 1965 diawali pemberontakan Partai Komunis Indonesia (PKI), setelahnya partai tersebut dibubarkan, dan para anggota resmi serta pendukungnya diculik, dibunuh dan diasingkan. Sebagian besar di antaranya menjalani hal itu tanpa proses pengadilan.
Menurut Ryanizard masalah pelanggaran HAM muncul karena dipicu pemberontakan oleh PKI. Mantan Kepala Staf Angkatan Darat (KSAD) itu menyebut yang seharusnya disalahkan adalah pihak yang memulai pemberontakan.
"Itu yang duluan siapa? Kalau dulu tidak ada pemberontakan, tidak ada masalah ini," ujarnya.
Belanda, negara di mana pengadilan HAM untuk kasus 1965 digelar, juga merupakan negara pelanggar HAM.
Ryamizard mengingatkan, bahwa Belanda telah melindungi penjahat perang bernama Raymond Pierre Paul Westerling, yang dituduh bertanggungjawab membunuh puluhan ribu orang Indonesia.
Indonesia adalah negara merdeka yang berdaulat. Ia menyebut tidak satu negara pun berhak ikut campur.
Bila hal tersebut dibiarkan, hal itu sama saja dengan membiarkan Indonesia kembali dijajah.
"Apa yang kutak mau di republik ini, tidak usah lah orang lain ikut campur," tandasnya.