Sukur Nababan Ungkap Ada Perampokan Sistematis Melalui Tangan Asing
Sukur Nababan memastikan, Pansus Pelindo akan terus mendalami skandal perpanjangan kontrak Jakarta International Container Terminal (JICT)
Editor: Rachmat Hidayat
"Tapi Lino selalu bersuara keras. Bahwa, perpanjangan ini sepenuhnya wewenang korporasi. Padahal, sejak ada UU Pelayaran harus minta persetujuan Kemenhub. Celakanya, itu tidak dilakukan Lino,"kata Sukur.
Ia kemudian berani memastikan, perpanjangan kontrak JICT jelas melanggar UU No 17 Tahun 2003 tentang Keuangan Negara dan UU No 1 Tahun 2004 Perbendaharaan Negara. Pansus juga mencurigai keberadaan Deutsche Bank (DB) sebagai konsultan keuangan Pelindo II. Karena DB dalam bermitra dengan Pelindo bertindak sebagai kreditor sekaligus konsultan.
"Anehnya lagi, penunjukan DB sebagai konsultan tak disertai dengan kontrak. Dan, banyak keganjilan dalam valuasi yang dilakukan DB," papar Sukur.
Yang paling fatal, dalam perpanjangan kontrak, HPH menyetorkan dana sekitar US$ 200 juta. Selanjutnya HPH berhak atas 49% saham JICT. Angka US$ 200 juta tersebut ternyata berdasarkan hasil valuasi DB. Salah satu komisaris Pelindo II di depan anggota pansus memaparkan kecurigaannya atas hal ini," ungkapnya.
"Selanjutnya dia menunjuk FRI (Financial Research Institute) untuk melakukan valuasi. Hasilnya, dana US$ 200 juta itu terlalu kecil untuk 49 persen saham JICT. Dana sebesar itu setara dengan 25 persen. Jelas ini kejahatan yang sistematis," tegas Sukur.
Sukur juga menambahkan, bahwa pembentukan pansus bukan untuk menjatuhkan seseorang. Tapi untuk perbaiki tata kelola BUMN secara menyeluruh.
"Tidak benar itu. Sudah saatnya tata kelola BUMN diperbaiki untuk mensejahterkan rakyat dan mendorong ekonomi nasional," pungkasnya.