Konflik Antar Pendukung Rawan Terjadi dalam Pilkada
Peneliti Habibie Centre, Sopar Peranto menjelaskan bahwa terdapat beberapa aktor yang akan terlibat konflik kekerasan pada Pilkada serentak.
Penulis: Amriyono Prakoso
Editor: Adi Suhendi
Laporan Wartawan Tribunnews.com, Amriyono Prakoso
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA- Peneliti Habibie Center, Sopar Peranto menjelaskan bahwa terdapat beberapa aktor yang akan terlibat konflik kekerasan pada Pilkada serentak.
Hal tersebut berdasar penelitian yang dilakukan pada setiap pelaksanaan Pilkada selama 10 tahun terakhir.
"Yang paling besar itu antar pendukung kandidat. Kemudian antar pendukung melawan penyelenggara, dan pendukung melawan pemerintah," terangnya di Hotel Le Meridien, Jakarta, Rabu (25/11/2015).
Dalam data The Habibie Centre, konflik kekerasan antar pendukung kandidat atau partai politik mencapai 58 persen selama masa kampanye berlangsung.
Sementara antara pendukung dengan penyelenggara Pemilu, kekerasan mencapai 15 persen yang berada pada tahap perhitungan suara.
Sopar menjelaskan tingginya angka kekerasan antar pendukung yang mencapai 769 insiden disebabkan karena persoalan persaingan yang ketat antar kandidat dan dugaan kecurangan yang dilakukan salah satu calon.
"Ada juga insiden antar pendukung ini terjadi karena sentimen identitas RAS yang digunakan dan biasanya ini sensitif sekali," paparnya.
Bukan hanya itu, The Habibie Centre juga menemukan bahwa tidak netralnya penyelenggara pemilu, menjadi salah satu sebab kekerasan.
Terbukti dengan 193 insiden selama penghitungan suara oleh penyelenggara yang dianggap tidak netral.
Sementara, konflik dengan pemerintah, menurut Sopar terjadi pada saat sengketa pilkada dan mobilisasi massa untuk berdemo berujung anarkis menjadi sumber kekerasan yang kemungkinan besar masih akan terjadi pada pilkada serentak tahun ini.
Kirim Komentar
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.