Kelompok Syiah Diincar Teroris
Kabar terakhir, ancaman teror justru menyudutkan kelompok Islam di Indonesia.
Penulis: Dennis Destryawan
Editor: Rachmat Hidayat
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Potensi teror di Indonesia tak kunjung memudar dalam sebulan terakhir. Kabar terakhir, ancaman teror justru menyudutkan kelompok Islam di Indonesia. Menteri Koordinator Bidang Politik Hukum dan Keamanan Luhut Binsar Pandjaitan menyebut, informasi yang dihimpun dari telik sandi, kelompok Syiah menjadi bidikan teror.
"Kami konsentrasi pada informasi intelijen yang mengatakan bulan ini ada kelompok Syiah yang dijadikan target," ujar Luhut usai bertemu Gubernur Jakarta Basuki Tjahaja Purnama di Balai Kota DKI Jakarta, Rabu (2/12).
Menurutnya, pemerintah berupaya mengantisipasi ancaman teror agar tidak menjadi kenyataan. Ia berharap, Indonesia tetap tenang dan tidak seperti Suriah, Irak dan Afghanistan.
Kendati demikian, Luhut enggan membocorkan detail ancaman teror tersebut di Tanah Air. Ia berkilah, tengah menelaah laporan intelijen.
"Kami lagi lihat semua itu, enggak bisa kami ekspose semua ke kalian," ungkapnya.
Kepala Polri Jenderal (Pol) Badrodin Haiti membenarkan adanya indikasi ancaman terhadap penganut Syiah di Indonesia. Namun, menurut Badrodin, teror tersebut sudah ada sejak lama.
"Ancaman ISIS juga ada yang kepada Polri, Panglima TNI, pejabat Densus, dan orang-orang Syiah," kata Badrodin.
"Itu dari dulu sudah ada dan kita minta supaya waspada," ujarnya.
Menurut Badrodin, pengamanan yang dilakukan Polri juga sudah dilakukan sejak lama. Saat ini, peningkatan keamanan kembali dilakukan, khususnya di tempat-tempat umum.
Sebelumnya, Luhut menyebut 800 WNI telah bergabung dengan kelompok radikal ISIS.
Berbagai media dan saluran komunikasi telah digunakan ISIS untuk merekrut anggotanya.
"Media sosial paling sering digunakan. Misalnya, di Korea, WNI ditangkap karena menggunakan media sosial yang terkait gerakan radikal," ujar Luhut.
"Kita harus awasi benar karena tanpa disiplin, semua akan kacau," ucapnya.
Menurut Luhut, apa yang terjadi di Paris beberapa waktu lalu bisa juga terjadi di mana-mana, termasuk Indonesia. Untuk itu, diperlukan penanganan sejak awal, seperti melakukan pengawasan secara berjenjang.
Adapun beberapa media yang digunakan kelompok-kelompok radikal untuk merekrut anggotanya selain media sosial ialah melalui pendidikan di sekolah, agama, secara perorangan, melalui surat kabar, buku, serta tawaran pendidikan dan gaji yang tinggi.
"Ini harus dicegah secara komprehensif. Perlu kerja sama dengan NU, Muhammadiyah, BNPT, kerja sama intelijen, dan melakukan operasi penumpasan seperti di Poso," kata Luhut.
Dari sebanyak 800 WNI yang bergabung di Suriah, sebanyak 284 telah teridentifikasi dan 516 masih membutuhkan penyelidikan lagi. Sementara itu, sebanyak 52 orang WNI telah teridentifikasi sebagai korban tewas setelah bergabung di Suriah. (tribunnews/nis/kps)