Anggota DPR Nilai Wajar Polri Bantu Bawa Riza Chalid ke Sidang MKD
Polri diperintahkan membantu Mahkamah Kehormatan Dewan (MKD) untuk memanggil Riza Chalid
Penulis: Ferdinand Waskita
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Anggota Komisi III DPR Arsul Sani menilai Kapolri Jenderal Pol Badrodin Haiti tidak diperintah Presiden Joko Widodo memanggil pengusaha Riza Chalid.
Demikian dikatakan Arsul di Gedung DPR, Jakarta, Selasa (8/12/2015).
Politikus PPP itu mengatakan Polri diperintahkan membantu Mahkamah Kehormatan Dewan (MKD) untuk memanggil Riza Chalid.
"Untuk membawa (Riza Chalid) ke persidangan MKD melalui mekanisme pemanggilan paksa," imbuh Arsul.
Menurut Arsul, wajar kepolisian membantu mencari Riza Chalid. Karena hal tersebut diatur dalam Undang-undang.
"Pak Kapolri belum bergerak kalau diminta MKD baru bergerak," ujarnya.
Sebelumnya, Kapolri Jenderal Pol Badrodin Haiti mengaku hingga saat ini pihaknya belum menerima adanya permintaan dari MKD untuk memanggil paksa Riza Chalid.
"Polri sampai sekarang belum menerima permintaan itu dari MKD. Kami akan bergerak kalau ada permintaan, " tutur Badrodin dalam pesan singkatnya, Selasa (8/12/2015).
Terpisah, Kabag Penum Mabes Polri, Kombes Pol Suharsono menjelaskan Polri memang berwenang membantu MKD menghadirkan seseorang yang memang keterangannya diperlukan. Tapi harus ada permintaan resmi.
"Tanpa permintaan resmi tidak bisa. Kami tidak bisa sembarangan memanggil seseorang kecuali orang itu berstatus tersangka," tambah Suharsono di Mabes Polri.
Untuk diketahui banyak pihak mengharapkan setelah dihadirkan Riza Chalid untuk memberikan keterangan di MKD, diharapkan sidang etik itu berlangsung secara terbuka.
MKD telah memanggil Riza Chalid sebanyak satu kali untuk memberikan keterangan di sidang etik Setya Novanto pada Kamis (4/12/2015) lalu, bersama Presiden Direktur PT Freeport Indonesia Maroef Sjamsoeddin.
Namun, Riza Chalid mangkir dari panggilan tersebut. Sebelumnya, Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral Sudirman Said melaporkan Ketua DPR Setya Novanto ke Mahkamah Kehormatan Dewan (MKD) pada Senin (16/11/2015).
Pelaporan itu dilakukan, karena Sudirman mengetahui Setya mencatut nama presiden dan wakil presiden saat bertemu Maroef Sjamsoeddin.
Dalam pertemuan tersebut Ketua DPR meminta sejumlah saham guna memuluskan negosiasi perpanjangan kontrak karya pengelolaan wilayah Tembagapura, Papua oleh perusahaan tambang asal negeri Paman Sam itu.