Arus Bawah Jokowi: Rakyat Muak, MKD Hanya Sandiwara Semata
Ketua Umum Arus Bawah Jokowi (ABJ), Veldy Reynold menyebutkan, Setya Novanto yang sudah jelas melecehkan dan menjatuhkan martabat Presiden.
Penulis: Wahyu Aji
Editor: Gusti Sawabi
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA – Presiden Joko Widodo (Jokowi) geram dengan aksi pencatutan nama yang dilakukan oleh Ketua DPR RI, Setya Novanto terkait dengan perpanjangan kontrak PT Freeport Indonesia.
Menilai hal itu, Ketua Umum Arus Bawah Jokowi (ABJ), Veldy Reynold menyebutkan, Setya Novanto yang sudah jelas melecehkan dan menjatuhkan martabat Presiden.
"ABJ meminta sandiwara Mahkamah Kehormatan Dewan (MKD) itu dihentikan, karena justru semakin membuat rakyat muak terhadap elite-elite politisi busuk," ujar Veldy kepada wartawan di Jakarta, Senin (7/12/2015).
Selain itu, ABJ pun mendukung Presiden dan seluruh jajaran penegak hukum untuk membersihkan negara dari rongrongan mafia pemburu rente.
"ABJ mendukung apapun keputusan Presiden dan penegak hukum, untuk membersihkan Indonesia dari mafia," katanya.
Sementara itu, Ketua DPD ABJ Papua, Octovianus Hesegem mengatakan, yang terjadi di MKD hari ini menyakitkan hati orang Papua.
"Kami di Papua hidup menderita di atas kekayaan alam kami, sedangkan para elit politisi mempertontonkan ketidakadilan untuk kami. Kami akan selalu berdiri di belakang Presiden Jokowi, kalau perlu kita masyarakat Papua akan turun ke jalan untuk mendukung Presiden dalam membersihkan pengkhianat masyarakat papua," kata Octovianus.
Sebelumnya, Presiden Jokowi menanggapi soal persidangan 'Kasus Papa Minta Saham' oleh MKD DPR. Orang nomor satu di Indonesia itu marah soal pencatutan namanya itu.
Awalnya Jokowi menegaskan proses persidangan yang dilakukan oleh MKD itu harus dihormati. Namun, jika lembaga negara dipermainkan, itu yang tidak bisa dia terima.
"Proses yang berjalan di MKD harus kita hormati. Tetapi, tetapi, tidak boleh yang namanya lembaga negara itu dipermain-mainkan. Lembaga negara itu bisa kepresidenan, bisa lembaga negara yang lain," kata Jokowi saat ditanya di Istana Merdeka, Jakarta Pusat.
Selain itu, dia menegaskan tidak apa jika dirinya dikatakan sebagai Presiden gila ataupun koppig (keras kepala-red). Namun soal pencatutan namanya untuk meminta saham PT Freeport 11 persen, itu yang tidak bisa dia terima.
"Saya enggak apa-apa dikatakan Presiden gila, Presiden sarap, Presiden koppig, nggak apa-apa. Tapi kalau sudah menyangkut wibawa, mencatut, meminta saham 11 persen, itu yang saya tidak mau. Nggak bisa!" Kata Jokowi.