Kejagung Kembali Garap Keterangan Bos Freeport Terkait Kasus Novanto
Kejaksaan Agung kembali menggarap keterangan Presiden Direktur PT Freeport Indonesia Maroef Sjamsoeddin.
Penulis: Valdy Arief
Editor: Adi Suhendi
Laporan wartawan Tribunnews.com, Valdy Arief
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Kejaksaan Agung kembali menggarap keterangan Presiden Direktur PT Freeport Indonesia Maroef Sjamsoeddin.
Maroef yang hadir di Kejaksaan Agung pada Senin (14/12/2015) sekitar 09.30 WIB, mengenakan baju batik coklat lengan panjang.
Pemeriksaan Maroef terkait penyelidikan dugaan permufakatan jahat dalam pembicaraannya dengan Ketua DPR Setya Novanto dan pengusaha Muhammad Riza Chalid.
"Saya datang untuk memberikan keterangan lanjutan, substansinya saja. Mengenai apa saja yang hendak ditanyakan silakan tanyakan pihak Kejaksaan Agung," kata Maroef di Kejaksaan Agung, Kebayoran Baru, Jakarta, Senin (14/12/2015).
Pemberian keterangan Presdir Freeport Indonesia di kantor Jaksa Agung Muda Tindak Pidana Khusus (Jampidsus) Arminsyah merupakan kali kelima.
Maroef pertama kali hadir di ke Gedung Bundar Kejaksaan pada Rabu malam (3/12/2015).
Kemudian dilanjutkan pada Kamis pagi (4/12/2015) tapi terpotong karena ada panggilan untuk menghadiri pemanggilan dari Mahkamah Kehormatan Dewan di Komplek Parlemen Senayan.
Pada pemberian keterangan saat itu Maroef memberikan ponselnya yang terdapat rekaman yang dipermasalahkan.
Selesai sidang etik di MKD, Maroef langsung meluncur ke Gedung Bundar pada Jumat (5/12/2015) dini hari.
Kemudian pada Selasa (8/12/2015), Maroef kembali hadir dan memberikan keterangan selama 10 jam.
Pemanggilan Maroef Sjamsoeddin ke kantor Jampidsus terkait dugaan permufakatan jahat dalam rekaman pembicaraannya dengan Setya Novanto dan pengusaha Riza Chalid.
Pada rekaman tersebut, Setya Novanto mencatut nama presiden dan wakil presiden untuk meminta sejumlah saham dari PT Freeport Indonesia.
Permintaan itu diajukan Setya Novanto sebagai timbal balik memuluskan negosiasi perpanjangan kontrak karya pengelolaan wilayah Tembagapura, Papua oleh perusahaan tambang asal negeri Paman Sam itu.
Kejaksaan Agung melihat ada indikasi permufakatan jahat dalam rekaman tersebut dan memulai penyelidikan.