MKD Layak Jatuhkan Sanksi Berat Terhadap Novanto
Direktur Eksekutif Respublica Political Institute Benny Sabdo mendesak agar Mahkamah Kehormatan Dewan (MKD) menjatuhkan sanksi berat kepada ketua DPR
Penulis: Srihandriatmo Malau
Editor: Adi Suhendi
Laporan WartawanTribunnews.com, Srihandriatmo
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Direktur Eksekutif Respublica Political Institute Benny Sabdo mendesak agar Mahkamah Kehormatan Dewan (MKD) menjatuhkan sanksi berat kepada ketua DPR Setya Novanto.
Ia menandaskan MKD harus menegakkan kehormatan dan keluhuran martabat DPR sebagai lembaga perwakilan rakyat.
“Jangan sampai MKD justru menjadi mahkamah kejahatan dewan,” kata Benny kepada Tribun, Rabu (16/12/2015).
Ia menyesalkan selama ini sidang MKD hanya sekadar basa-basi dan akrobat pasal-pasal hukum yang menjauh dari esensi keadilan dan kebenaran.
“Masalah legal standing, masalah bukti otentik, dan seterusnya. Ironisnya, masalah etis nyaris tak terangkat, ditutupi oleh timbunan pasal-pasal hukum,” katanya.
Menurut Benny, hukum tidak selalu dimaknai teks-teks yang kaku dan beku, tetapi suara rakyat itu adalah hukum tertinggi.
“MKD harus mengembalikan rasa keadilan kepada rakyat, bukan kepada kekuasaan dan para penguasa yang menciptakan hukum,” ungkapnya.
Benny memaparkan kata-kata seperti 'main golf, beli jet pribadi, Freeport jalan, kita happy' bagaikan silet tajam yang mengiris hati rakyat kecil yang setiap hari harus berjibaku mencari sesuap nasi.
“Berbagai kritik di media sosial dan petisi sidang terbuka sesungguhnya adalah rintihan hati yang teriris itu, meski tak jarang justru dalam bentuk lelucon yang satire,” katanya.
Wajarlah kalau rakyat marah, demikian Benny, gelora tuntutan keadilan dan kebenaran tak akan pernah rela dibungkam oleh kaku dan angkuhnya kekuasaan politik.
Sementera peneliti bidang politik Respublica Political Institute, YD Anugrahbayu mengatakan sidang MKD sering disebut sebagai sidang etika.
Akan tetapi, kata Bayu, setidaknya hingga sampai babak akhir, sidang MKD telah gagal memenuhi syarat untuk dapat disebut etis.
MKD bukanlah lembaga yang kebal hukum, MKD dapat dipersalahkan jika dalam pelaksanaannya telah gagal memenuhi ekspektasi publik.
Bayu menjelaskan setidaknya ada dua alasan yang dapat diajukan.
Pertama, sidang tidak berhasil menjangkau masalah baik/buruknya manusia sebagai manusia.
Sidang tidak masuk dalam perkara inti yang seharusnya menjadi pusat perhatiannya, yaitu dugaan percobaan korupsi.
Kedua, sidang tidak bersedia terbuka terhadap wilayah publik.
Maksudnya bukan hanya sidang terakhir ini berlangsung tertutup, melainkan sidang sejak awal terlalu sibuk dengan akrobat pasal-pasal hukum demi kepentingan politik tertentu.
Menurut Bayu, luapan kemarahan rakyat itu mengungkap satu hal, yaitu etika adalah bidang khusus, tak terbandingkan.
Ia bukanlah suatu bidang yang dapat ditempatkan secara setara dengan bidang lain, bahkan dengan hukum sekali pun.
Begitu hukum atau bidang lain meredamnya, etika berontak.
“Etika filosofis of (philosophical ethics) bersentuhan pertama-tama dengan baik/buruknya manusia sebagai manusia. Penekanan pada “sebagai manusia” itu pantas mendapat perhatian,” ucapnya.
Bayu menjelaskan bahasa Jawa memiliki kosa kata yang bagus untuk menggambarkan perilaku etis, yaitu pinter dan minteri.
Pinter menunjuk keterampilan dalam bidang non-etis, sedangkan minteri menunjuk bidang etika dalam arti buruk membohongi, memperdaya.
Demikianlah dalam etika, katanya, kita berjumpa dengan dimensi kemanusiaan yang paling dalam.
“Etika tidak mengukur manusia berdasarkan atribut-atribut sekundernya, melainkan berdasarkan mutunya sebagai manusia,” katanya.