Pembentukan Panel Bagian Strategi 'Amankan' Novanto Disangkal
Mereka meminta MKD memutuskan agar dibentuk panel
Penulis: Abdul Qodir
Editor: Johnson Simanjuntak
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Para anggota MKD dari Golkar, Gerindra dan PPP kompak menyatakan Ketua DPR Setya Novanto diduga melanggar kode etik berat terkait pertemuan dan pembahasan kontrak karya dan saham PT Freeport Indonesia atau kasus 'Papa Minta Saham'.
Mereka meminta MKD memutuskan agar dibentuk panel untuk menindaklanjuti dugaan pelanggaran etik Novanto itu.
Wakil Ketua MKD dari Gerindra, Ahmad Sufmi Dasco menyangkal pembentukan panel kelanjutan kasus etik ini disebut bagian strategi kubunya untuk 'mengamankan' Novanto dari sanksi kendati ada peluang panel memutuskan Ketua DPR RI itu tidak terbukti melanggar kode etik.
"Dibilang minta rekaman asli dibilang bela habis-habisan, giliran kita bilang ada pelanggaran berat dibilang ada strategi juga, bagaimana ini," kata Dasco di sela sidang putusan kasus etik Novanto di Gedung DPR, Jakarta, Rabu (16/12/2015).
Dasco mengaku pihaknya menyatakan Novanto diduga melakukan pelanggaran kode etik berat karena akumulasi atas pelanggaran ringan yang bersangkutan dalam kasus Trumpgate sebelumnya.
Namun, Dasco tidak menjawab secara tegas pada hal mana di kasus 'Papa Minta Saham' Novanto dinilai terbukti melakukan pelanggaran.
"Kami tidak bilang yang bersangkutan terbukti melanggar minta saham saja," katanya.
Selain itu, lanjut Dasco, anggota MkD yang menyatakan Novanto diduga melakukan pelanggaran berat tidak hanya dari Golkar dan Gerindra, tapi juga seorang anggota dari PDI Perjuangan, M Prakosa.
Dasco pun membantah jika nantinya pembentukan panel ini untuk mengulur waktu guna melakukan 'manuver' lanjutan terhadap putusan akhir kasus etik Novanto.
Diketahui, sesuai tata beracara MKD, panel mempunyai waktu selama satu bulan ditambah 60 hari atau tiga bulan untuk memproses dugaan pelanggaran etik berat.
Dasco meyakinkan dengan komposisi keanggotaan panel, tiga anggota dari dalam MKD dan dua anggota dari masyarakat, maka keputusan yang akan diambil bisa dilakukan secara adil dan objektif.