Nikmati berita interaktif dan LIVE report 24 jam hanya di TribunX
Tribun

Jaksa Agung Ibaratkan Penyelidikan Kasus 'Papa Minta Saham' Seperti Makan Bubur

Jaksa Agung Muhammad Prasetyo mengibaratkan upaya pihaknya dalam menguak dugaan permufakatan jahat dalam rekaman pembicaraan "Papa minta saham" sepert

Penulis: Valdy Arief
Editor: Adi Suhendi
zoom-in Jaksa Agung Ibaratkan Penyelidikan Kasus 'Papa Minta Saham' Seperti Makan Bubur
Tribunnews.com/ Valdy Arief
Jaksa Agung HM Prasetyo 

Laporan wartawan Tribunnews.com, Valdy Arief.

TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Jaksa Agung Muhammad Prasetyo mengibaratkan upaya pihaknya dalam menguak dugaan permufakatan jahat dalam rekaman pembicaraan "Papa minta saham" seperti sedang memakan bubur panas.

Terutama untuk mengundang Politisi Partai Golkar, Setya Novanto guna memberikan keterangan.

Kejaksaan lebih memilih meminta keterangan dari beberapa pihak lain terlebih dahulu, ketimbang Novanto.

"Ada waktunya akan kita panggil Setya Novanto, nanti," kata Prasetyo di Gedung Badan Pendidikan dan Pelatihan Kejaksaan, Ragunan, Jakarta, Jumat (18/12/2015).

"Saat ini kita panggil yang lain dulu. Ibaratnya bubur panas kita panggil pinggirnya dulu yaitu saksi saksi yang kita kumpulkan," imbuh dia.

Prasetyo menjelaskan, saat ini pihaknya telah meminta bantuan dari ahli teknologi informasi Institut Teknologi Bandung dan ahli hukum pidana dari Universitas Gajah Mada Yogyakarta.

Berita Rekomendasi

Kejaksaan Agung juga telah mengantongi beberapa alat bukti dalam kasus dugaan permufakatan jahat pada rekaman pembicaraan antara Politisi Partai Golkar Setya Novanto, Presiden Direktur PT Freeport Indonesia Maroef Sjamsoeddin, dan pengusaha Muhammad Riza Chalid.

Alat bukti tersebut adalah ponsel milik Maroef yang merekam pembicaraan dan rekaman closed circuit television (CCTV) dari Hotel Ritz Carlton Jakarta, tempat pertemuan tersebut berlangsung.

Sebelumnya, Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral Sudirman Said melaporkan Setya Novanto yang saat itu menjabat sebagai Ketua DPR ke Mahkamah Kehormatan Dewan (MKD) pada Senin (16/11/2015).

Pelaporan itu dilakukan karena Sudirman mengetahui Setya mencatut nama presiden dan wakil presiden saat bertemu Direktur Utama PT Freeport Indonesia Maroef Sjamsuddin dari sebuah rekaman pembicaraan.

Dalam pertemuan tersebut Ketua DPR meminta sejumlah saham guna memuluskan negosiasi perpanjangan kontrak karya pengelolaan wilayah Tembagapura, Papua oleh perusahaan tambang asal negeri Paman Sam itu.

Kejaksaan melihat ada dugaan permufakatan jahat dalam pembicaraan tersebut yang dapat dijerat dengan undang-undang tindak pidana korupsi.

Dapatkan Berita Pilihan
di WhatsApp Anda
Baca WhatsApp Tribunnews
Tribunnews
Ikuti kami di
© 2024 TRIBUNnews.com,a subsidiary of KG Media. All Right Reserved
Atas