Nikmati berita interaktif dan LIVE report 24 jam hanya di TribunX
Tribun

Presiden Tidak Perlu Restui Revisi UU KPK

Setelah selesai disetujui di DPR, maka draft revisi tersebut akan diserahakan ke Presiden

Editor: Hendra Gunawan
zoom-in Presiden Tidak Perlu Restui Revisi UU KPK
DOK. KOMPAS.COM/KOMPAS/TRIBUNNEWS
Lima pimpinan Komisi Pemberantasan Korupsi terpilih. Dari kiri ke kanan: Saut Situmorang, Laode Muhamad Syarif, Alexander Marwata, Basaria Panjaitan, dan Agus Rahardjo. 

Laporan Wartawan TRIBUNnews.com, Nurmulia Rekso Purnomo

TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA -- Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) masih bisa diselamatkan. Peneliti Lembaga Studi dan Pengembangan Etika Usaha (Lspeu Indonesia), Fachry Ali, menilai Presiden Joko Widodo harus menolak draft revisi Undang-Undang (UU) nomor 30 tahun 2002, tentang KPK.

"Presiden harus menolak revisi itu, kalau tidak (bisa) kacau," kata Fachry Ali kepada wartawan, usai ia menghadiri diskusi di hotel Alia, Jakarta Pusat, Minggu (20/12/2015).

Revisi yang diajukan bersama pemerintah dan DPR tersebut, antara lain berisi penentuan umur KPK yang hanya sampai 12 tahun setelah revisi disahkan, aturan soal penyadapan juga diperketat, serta pembentukan perwakilan pemerintah di KPK dengan pembentukan dewan eksekutif.

Celakanya, lima pimpinan KPK yang terpilih, adalah mereka yang menyetujui revisi UU tersebut. Dapat dipastikan nasib KPK kini berada diujung tanduk, karena bila revisi disetujui, maka tamatlah riwayat KPK.

Lima nama yang terpilih antara lain hakim Ad hoc Tindak Pidana Korupsi Pengadilan Negeri Jakarta Pusat, Alexander Marwata, Staf Ahli Kepala Badan Intelijen Negara (BIN), Saut Situmorang, Dosen Perguruan Tinggi Ilmu Kepolisian (PTIK), Irjen Pol. Basaria Panjaitan, mantan Kepala Lembaga Kebijakan Pengadaan Barang dan Jasa Pemerintah (LKPP) Agus Raharjo, dan Dosen Fakultas Hukum Universitas Hasanuddin Laode Muhammad Syarif.

"Mereka semua itu orang pemerintah. Mereka semua itu setuju revisi undang-undang KPK," jelasnya.

Berita Rekomendasi

Revisi tersebut sudah disetujui untuk program legislasi nasional (Prolegnas) 2016. Setelah selesai disetujui di DPR, maka draft revisi tersebut akan diserahakan ke Presiden. Bila Presiden setuju, Presiden akan mengeluarkan amanat, dan draft tersebut dikembalikan ke DPR untuk dibahas perpasal.

Saat ini Presiden belum mengeluarkan amanat tersebut. Untuk menyelamatkan KPK, Presiden seharusnya tidak mengeluarkan amanat sama sekali.

Dapatkan Berita Pilihan
di WhatsApp Anda
Baca WhatsApp Tribunnews
Tribunnews
Ikuti kami di
© 2025 TRIBUNnews.com,a subsidiary of KG Media. All Right Reserved
Atas