Nikmati berita interaktif dan LIVE report 24 jam hanya di TribunX
Tribun

10 Dinasti Politik, Lima di Antaranya Masih Berjaya di Pilkada Serentak

Pilkada serentak ternyata masih menimbulkan satu fenomena yang terus terulang, yaitu masih adanya dinasti politik di beberapa daerah.

Penulis: Amriyono Prakoso
Editor: Dewi Agustina
zoom-in 10 Dinasti Politik, Lima di Antaranya Masih Berjaya di Pilkada Serentak
TRIBUNNEWS.COM/TRIBUNNEWS.COM/LENDY RAMADHAN
Walikota Tangerang Selatan, Airin Rachmi Diany memberikan keterangan kepada awak media pasca memenangi hitung cepat pilkada serentak 2015, di kediamannya, Perumahan Alam Sutera, Tangerang Selatan, Banten, Rabu (9/12/2015). Airin berpasangan dengan Benyamin Duvnie maju sebagai calon Walikota dan Wakil Walikota Tangerang Selatan periode 2016-2021. TRIBUNNEWS.COM/LENDY RAMADHAN 

Laporan Wartawan Tribunnews.com, Amriyono Prakoso

TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA -  Pilkada yang digelar 9 Desember lalu, ternyata masih menimbulkan satu fenomena yang terus terulang, yaitu masih adanya dinasti politik di beberapa daerah.

Setidaknya terdapat 10 dinasti politik yang berada di 264 daerah yang menyelenggarakan pilkada serentak, lima di antaranya masih memegang kendali di daerah tersebut.

Kelima Dinasti tersebut ialah Dinasti politik “Ratu Atut” di Banten, Dinasti “Zulkifli Nurdin” di Jambi, Dinasti “Yance” di Indramayu, Dinasti “Sofyan Hasdam” di Bontang dan Dinasti “Haryanti Sutrisno” di Kediri.

Komisioner KPU, Arief Budiman mengatakan dinasti politik masih bisa saja terjadi dalam sebuah pemilihan kepala daerah.

Pasalnya, mereka yang masih di dalam lingkaran dinasti, sudah terlebih dahulu dikenal oleh masyarakat di daerah. Serta, dinasti politik masih berada di beberapa daerah yang masih satu lingkup.

"Bisa saja ada lagi (dinasti politik), mereka sudah dikenal oleh masyarakat, bisa juga melihat dari siapa orang yang berada di belakangnya, atau punya kekuasaan untuk mendukung itu," ujarnya di Kantor KPU, Jakarta, Kamis (17/12/2015).

Berita Rekomendasi

Dinasti Ratu Atut misalnya, meski sudah tidak menjabat sebagai Gubernur Banten, beberapa anggota keluarganya masih dapat memenangi pilkada serentak di 9 Desember lalu.

Adik ipar Ratu Atut, Airin yang berpasangan dengan Benyamin, masih dapat mengungguli lawan-lawannya di Tangerang Selatan. Sementara adik kandung Ratu Atut, Ratu Tatu juga dinilai laik menjadi Bupati Serang.

Atau di Provinsi Jambi terkenal nama mantan Gubernur Jambi, Zulkifli Nurdin yang dapat melanggengkan kekuasaannya melalui anaknya yang merupakan artis kenamaan, Zumi Zola dan mengungguli jauh lawan-lawannya dengan prosentase 59,07 persen.

Sementara di Kabupaten Indramayu, calon Bupati Anna Sophanah yang merupakan bagian dari dinasti politik Irianto M.S. Syafiuddin atau Yance juga kembali menang dalam perolehan pilkada lalu. Yance merupakan mantan Bupati Indramayu sejak 2000 hingga 2010.

Sedangkan Di kalimantan, wali kota Bontang terpilih, Neni Moerniani dari jalur perseorangan ternyata mampu mengungguli pasangan petahana Adi Darma-Isro Umarghani. Diketahui, Neni Moerni merupakan istri dari Sofyan Hasdam yang pernah menjabat dua periode 2001-2011 sebagai wali kota Bontang.

Di Kabupaten Kediri, Bupati terpilih Haryanti Sutrisno melanggengkan kekuasaan sebelumnya yang dipegang oleh suaminya, Sutrisno yang pernah menjabat dua periode sebagai Bupati Kediri.

Haryanti Sutrisno berpasangan dengan Masykuri di Pilkada Kabupaten Kediri dan mengungguli pasangan Ari Purnomo Adi-Arifin Tafsir.

Adik kandung Haryanti, Sulkani kini menjadi Ketua Dewan Perwakilan Rakyat Daerah di Kabupaten Kediri.

Sementara itu, Peneliti LIPI, Prof Syamsuddin Harris menjelaskan terdapat beberapa faktor yang menegaskan dinasti politik masih tetap langgeng di pilkada serentak.

Pertama, adanya keterbatasan akses informasi yang didapat oleh masyarakat terhadap calon penantang dari pasangan yang mempunyai hubungan dengan petahana sebelumnya.

"Biasanya, orang yang berkuasa ini, membatasi informasi terhadap masyarakat dengan berbagai cara. Kalau petahana tidak maju lagi, dia akan mengampanyekan orang selanjutnya yang masih memiliki hubungan dengannya," terang Syamsuddin saat dihubungi di Jakarta, Senin (21/12/2015).

Kedua, rendahnya pendidikan yang diterima oleh masyarakat di daerah tertentu yang akhirnya tidak memiliki sifat kritis dalam menentukan pilihan kepala daerah periode selanjutnya.

Serta terbatasnya otonomi masyarakat sipil dalam menentukan pilihan pada masa tahapan kampanye berlangsung.

"Otonomi masyarakat atau kesadaran masyarakat juga dapat menjadi salah satu faktor adanya dinasti politik. Kalau kesadaran masyarakat tinggi, otomatis dinasti politik akan berkurang," tambahnya.

Dapatkan Berita Pilihan
di WhatsApp Anda
Baca WhatsApp Tribunnews
Tribunnews
Ikuti kami di
© 2024 TRIBUNnews.com,a subsidiary of KG Media. All Right Reserved
Atas