Tuduhan Novanto Lakukan Pemufakatan Jahat Dinilai Tidak Tepat
Sebab, dalam rekaman yang disadap oleh bos Freeport Maroef Sjamsoeddin tidak sama sekali adanya niat permufakatan
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Klausul pemufakatan jahat yang dituduhkan penyidik Kejaksaan Agung kepada mantan ketua DPR Setya Novanto dinilai tidak tepat.
Sebab, dalam rekaman yang disadap oleh bos Freeport Maroef Sjamsoeddin tidak sama sekali adanya niat pemufakatan.
"Pemufakatan jahat dalam bahasa ahli dalam KUHP yang masih berbahasa Belanda 'samenspanning' bahas inggrisnya 'conspiracy' bahasa sehari-hari 'persekongkolan' tercantum dalam pasal 888 KUHP: Disebutkan pemufakatan jahat, apabila dua orang atau lebih telah sepakat akan melakukan kejahatan. Bahasa aslinya samenspanning bestaat zoodra twee of meerdere personen overeengekomen zijn om het misdrijf te plegen," ujar Pakar Hukum Pidana Andi Hamzah dalam pernyataannya, Rabu(30/12/2015).
Andi mengatakan harus ada dua orang atau lebih yang menyetujui adanya permufakatan jahat, tidak bisa dilakukan seorang diri.
Dalam kasus Novanto, ujar dia, tidak melihat adanya persekongkolan seperti yang dituduhkan oleh Jaksa Agung HM Prasetyo.
"Pengertian (definisi) pemufakatan jahat dalam pasal 88 KUHP seperti Undang-undang pemberantasan tindak pidana korupsi, berdasarkan pasal 103 KUHP, kecuali UU tersebut menyimpang. Tidak semua delik berlaku pemufakatan jahat, hanya terhadap delik kejahatan terhadap keamanan negara dan pasal 15 UU nomor 31 tahun 1999 tentang tipikor," katanya.
Sekali lagi, dia menegaskan, bahwa pemufakatan jahat yang dituduhkan Kejaksaan Agung harus dilakukan dua orang atau lebih, sehingga tidak mungkin dilakukan oleh diri sendiri dan harus ada kesepakatan.