KPK Bantah Tetapkan Tersangka RJ Lino Sebelum Ada Alat Bukti
Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) membantah pihaknya menetapkan tersangka Richard Joost Lino sebelum cukupnya alat bukti.
Penulis: Valdy Arief
Editor: Adi Suhendi
Laporan wartawan Tribunnews.com, Valdy Arief.
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) membantah pihaknya menetapkan tersangka Richard Joost Lino sebelum cukupnya alat bukti.
Kepala Biro Hukum KPK Setiadi yang hadir dalam sidang praperadilan yang dimohonkan RJ Lino mengatakan pihaknya telah memiliki dua alat bukti sebelum menetapkan mantan Dirut PT Pelindo II sebagai tersangka.
Mengenai keberadaan jumlah kerugian negara, jelas Setiadi, saat ini KPK masih menunggu audit yang dilakukan Badan Pemeriksaa Keuangan (BPK).
Namun, dia menyebutkan telah ada potensi kerugian keuangan negara yang bersumber dari audit proyek pengadaan Quay Container Craner pada 2015 berdasar audit Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan (BPKP).
"Ada pontensi kerugian USD 3,6 juta dari hasil audit BPKP Maret 2015," kata Setiadi di Ruang Sidang Utama Pengadilan Negeri Jakarta Selatan, Selasa (19/1/2016).
Meski demikian, Setiadi mengakui pihaknya tidak memasuki potensi kerugian itu pada alat bukti permulaan.
Dia menilai meski masih dalam potensi kerugian, penegak hukum tetap bisa memproses kasus tersebut.
Pada sidang sebelumnya, pengacara Lino, Maqdir Ismail menuding KPK menetapkan kliennya sebagai tersangka tanpa adanya bukti kerugian negara.
Guna menguatkan pernyataannya, Maqdir mencatut pernyataan Pelaksana harian (Plh) Kepala Biro Humas KPK Yuyuk Andriati yang menyatakan pihaknya masih menghitung jumlah kerugian negara saat menjadikan kliennya tersangka.
"Hal tersebut tidak sesuai peraturan yang tertera di KUHAP (Kitab Undang-undang Hukum Acara Pidana)," kata pengacara Lino.
Peraturan KUHAP yang dimaksud adalah pasal 1 angka 14 tentang penetapan tersangka harus didasari alat bukti permulaan.
Sebelumnya, RJ Lino mengajukan permohonan praperadilan atas status tersangkanya pada Senin (28/12/2015), melalui pengacaranya Maqdir Ismail.
Permohonan tersebut dilayangkan setelah mantan Bos PT Pelindo II, ditetapkan sebagai tersangka oleh Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) pada Jumat (18/11/2016) silam.
KPK menilai ada tindak pidana korupsi dalam pengadaan tiga unit quay container crane di PT Pelindo II pada 2010.
Lino yang memimpin PT Pelindo II saat itu, diduga melakukan penyalahgunaan wewenang karena menujuk langsung perusahaan asal Tiongkok, Huadong Heavy Machinery Co, tanpa mekanisme lelang.