Nikmati berita interaktif dan LIVE report 24 jam hanya di TribunX
Tribun

Hadiri Sidang Teguran, Yayasan Supersemar Minta Tunda Eksekusi

Sidang teguran (aanmaning) kepada Yayasan Supersemar, setelah sempat tertunda tiga kali, akhirnya berlangsung di pengadilan Negeri Jakarta Selatan.

Penulis: Valdy Arief
Editor: Adi Suhendi
zoom-in Hadiri Sidang Teguran, Yayasan Supersemar Minta  Tunda Eksekusi
TRIBUNNEWS.COM/Valdy Arief
Kepala Humas PN Jakarta Selatan Made Sutrisna di kantornya, Rabu (20/1/2016). 

Laporan wartawan Tribunnews.com, Valdy Arief.

TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Sidang teguran (aanmaning) kepada Yayasan Supersemar, setelah sempat tertunda tiga kali, akhirnya berlangsung di pengadilan Negeri Jakarta Selatan.

Persidangan yang bertujuan untuk meminta Yayasan Supersemar melaksanakan putusan Mahkamah Agung secara suka rela, berlangsung tertutup di ruang Ketua PN Jakarta Selatan, Haswandi.

Kepala Humas PN Jakarta Selatan Made Sutrisna menyebutkan pada sidang itu, pihak Yayasan Supersemar diwakili kuasa hukumnya Bambang Hartono.

Setelah Ketua PN Jakarta Selatan menyampaikan perintah pembayaran dari putusan Mahkamah Agung, jelas Made, pihak yayasan menyampaikan permohonan penangguhan eksekusi.

"Terjadi permohonan penundaan sita eksekusi dengan alasan sedang melaksanakan gugat perdata di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan," kata Made Sutrisna di kantornya, Rabu (20/1/2016).

Menanggapi permintaan tersebut, Made menjelaskan Ketua Pengadilan akan melakukan pengkajian terlebih dahulu.

Berita Rekomendasi

Gugatan perdata maksud Made adalah gugatan Yayasan Supersemar terkait putusan MA yang dinilai bertentangan dengan hasil audit yayasan itu.

Sidang gugatan perdata itu telah mulai pada 14 Januari silam dan akan berlangsung kembali pada 4 Februari mendatang.

Kasus Yayasan Supersemar bermula ketika pemerintah pada tahun 2007, menggugat Soeharto dan yayasan tersebut terkait dugaan penyelewengan dana beasiswa yang disalurkan.

Kejaksaan Agung pada gugatannya menyebutkan dana beasiswa yayasan itu yang seharusnya disalurkan ke penerima beasiswa tapi pada praktiknya disalurkan ke beberapa perusahaan seperti Bank Duta, Sempati Air, dan PT Kiani Lestari.

Pada Selasa (11/8/2015) Mahkamah Agung mengabulkan gugatan Kejaksaan Agung dalam perkara ini dan mengharuskan ahli waris Soeharto membayar denda sebesar 315 juta dollar Amerika Serikat dan Rp 139,2 miliar atau total Rp 4,4 triliun.

Dapatkan Berita Pilihan
di WhatsApp Anda
Baca WhatsApp Tribunnews
Tribunnews
Ikuti kami di
© 2024 TRIBUNnews.com,a subsidiary of KG Media. All Right Reserved
Atas