Ini Enam Poin Revisi UU Antiterorisme yang Diusulkan Pemerintah
Setidaknya ada enam poin perubahan yang hendak diusulkan pemerintah kepada DPR.
Editor: Hasanudin Aco
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Pemerintah saat ini masih menyusun draf revisi UU Nomor 15 Tahun 2003 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Terorisme.
Revisi UU tersebut sebelumnya disepakati untuk masuk pembahasan Program Legislasi Nasional Prioritas 2016.
"Kami berharap dalam satu dua hari ini selesai," ucap Menteri Hukum dan HAM Yasonna H Laoly di Kompleks Parlemen, Senin (25/1/2016).
"Setelah itu kita akan bawa ke rapat Menko Polhukam, putuskan, sampaikan ke Presiden untuk dibahas di rapat kabinet. Lalu kami ajukan surpres (Surat Presiden) ke DPR," kata dia.
Setidaknya ada enam poin perubahan yang hendak diusulkan pemerintah kepada DPR.
Pertama, dari sisi penangkapan dan penahanan, akan ditambah dari segi waktu.
Saat ini sesuai dengan aturan di dalam hukum acara, batas waktu penangkapan adalah 7x24 jam dan enam bulan untuk penahanan.
"Jangka waktu penahanan ditambah dari enam bulan menjadi sepuluh bulan, penangkapan dari tujuh hari menjadi 30 hari," kata dia.
Kedua, dalam hal penyadapan, izin yang dikeluarkan diusulkan cukup berasal dari hakim pengadilan saja. Saat ini, yang berlaku yaitu izin penyadapan dari ketua pengadilan negeri.
"Untuk penuntutan dan pengusutan, tak hanya kepada orang tetapi juga kepada korporasi," kata Yasonna.
Ketiga, pemerintah mengusulkan agar penanganan kasus dugaan tindak pidana terorisme diperluas. Aparat diusulkan sudah dapat mengusut terduga teroris sejak mereka mempersiapkan aksi.
"Mulai dari kegiatan mempersiapkan, pemufakatan jahat, percobaan hingga pembantuan tindak pidana terorisme," ujar Yasonna.
Keempat, pemerintah juga mengusulkan agar WNI yang mengikuti pelatihan militer teror di luar negeri dapat dicabut paspornya.
Kelima, perlu adanya pengawasan terhadap terduga dan mantan terpidana teroris. Untuk terduga teroris, batas waktu pengawasan yakni selama enam bulan.
Sementara, untuk mantan terpidana teroris batas waktu yang diusulkan selama setahun setelah bebas.
Keenam, pengawasan yang bersifat resmi ini juga harus dibarengi dengan proses rehabilitasi secara komprehensif dan holistik.
"Jadi seperti kasus kemarin (teror di kawasan Thamrin), ada mantan narapidana, perlu dibina. Program deradikalisasinya terus, tidak dibiarkan," ujar Yasonna.
Penulis : Dani Prabowo