Sidang Putusan Praperadilan RJ Lino Berlangsung Hari Ini
Sidang putusan praperadilan yang diajukan mantan Direktur Utama PT Pelindo II (Persero) Richard Joost Lino, berlangsung hari ini
Penulis: Valdy Arief
Editor: Sanusi
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Sidang putusan praperadilan yang diajukan mantan Direktur Utama PT Pelindo II (Persero) Richard Joost Lino, berlangsung hari ini, Selasa (26/1/2016), di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan.
Hakim Udjiati akan memimpin jalannya sidang sekaligus membacakan putusan atas pengujian status tersangka yang diberikan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK).
"Sidang putusan RJ Lino dijadwalkan berlangsung besok (26/1) pada 09.30 WIB," kata Kepala Humas Pengadilan Negeri Jakarta Selatan, Made Sutrisna melalui pesan singkat yang diterima Senin (25/1/2016) malam.
Persidangan praperadilan yang diajukan RJ Lino pertama digelar pada Senin (11/1/2016), tapi harus mengalami penundaan selama tujuh hari karena KPK tidak hadir.
Setelah dijadwalkan ulang sidang perdana berlangsung pada Senin (18/1/2016) dan dihadiri baik kuasa hukum RJ Lino, Maqdir Ismail dan Biro Hukum KPK yang dipimpin Setiadi.
Selama persidangan yang telah berlangsung sebanyak lima kali, kedua pihak telah menghadirkan saksi dan ahli. Wakil Ketua KPK, Basaria Panjaitan pernah hadir meninjau sidang ini. Namun, RJ Lino selaku pemohon, tidak pernah sekali pun hadir menyaksikan persidangan ini.
Berbeda dengan persidangan praperadilan lain yang hanya membahas prosedur penetapan tersangka, dalam praperadilan ini, baik pihak Lino dan KPK turut membahas masalah kerugian negara.
Sebelumnya, RJ Lino mengajukan permohonan praperadilan atas status tersangkanya pada Senin (28/12/2015), melalui pengacaranya Maqdir Ismail.
Permohonan tersebut dilayangkan setelah mantan Bos PT Pelindo II, ditetapkan sebagai tersangka oleh KPK pada Jumat (18/11/2016) silam.
KPK menilai ada tindak pidana korupsi dalam pengadaan tiga unit QCC (Quay Container Craine) di PT Pelindo II pada 2010.
Lino yang memimpin PT Pelindo II saat itu, diduga melakukan penyalahgunaan wewenang karena menujuk langsung perusahaan asal Tiongkok, Huang Dong Heavy Machinery Co, tanpa mekanisme lelang