Nikmati berita interaktif dan LIVE report 24 jam hanya di TribunX
Tribun

Kejagung Lebih Baik Jujur Soal Kasus Pemufakatan Jahat Antara Novanto dan Freeport

Oleh karena hanya keterangan pihak pertama, bukti yang dimilki Kejagung jadi mentah, sebab hanya satu bukti

zoom-in Kejagung Lebih Baik Jujur Soal Kasus Pemufakatan Jahat Antara Novanto dan Freeport
TRIBUNNEWS/IRWAN RISMAWAN
Mantan Ketua DPR Setya Novanto (kanan) membacakan pidato pengunduran dirinya saat Rapat Paripurna ke-15 di Gedung Nusantara II, Kompleks Parlemen Senayan, Jakarta, Jumat (18/12/2015). Setelah resmi mudur dari jabatanya sebagai Ketua DPR, Setya Novanto mengikuti rapat paripurna sebagai anggota DPR. TRIBUNNEWS/IRWAN RISMAWAN 

TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Kejaksaan Agung sebaiknya bersikap jujur kepada publik bahwa tidak ada pemufakatan jahat antara pihak pertama PT Freeport Indonesia (PTFI) yang diwakili Maroef Sjamsoeddin dan pihak kedua mantan Ketua DPR Setya Novanto serta Riza Chalid sama-sama tidak menyepakati apapun.

"Sebaiknya kejaksaan jujur kepada publik. Sejak dari awal tidak ada persetujuan antara Maroef Sjamsoeddin dan Setya Novanto,"ujar Pakar Hukum Pidana Chaerul Huda dalam pernyataannya, Kamis (28/1/2016).

Terlebih, lanjut Chaerul, hampir seluruh doktor maupun ahli hukum pidana berpendapat kasus itu tidak bisa dilanjutkan atau ditingkatkan ke ranah penyidikan, karena bukti yang dimiliki oleh Kejagung nihil.

"Bukti juga tidak cukup, tidak usah malu. Kejaksaan harus berkecil hati dan tidak bisa memaksakan kehendaknya. Apalagi hanya baru keterangan satu saksi yakni dari Maroef Sjamseoddin," kata dia.

Oleh karena hanya keterangan pihak pertama, bukti yang dimilki Kejagung jadi mentah, sebab hanya satu bukti.

Sedangkan pihak kedua selaku pihak tertuduh tak bisa memberikan keterangan, karena tak ada persetujuan dari akhir pembicaran yang disadap itu.

Chaerul Huda menerangkan, bahwa unsur pemufakatan jahat bisa terbukti andai kedua belah pihak bersepakat.

Berita Rekomendasi

Pengertian pemufakatan jahat dalam dilihat dari pasal 88 KUHPidana, "Pemufakatan itu terjadu, segera setelah dua orang atau lebih memperoleh kesepakatan untuk melakukan,"

"Kalau terus memaksakan kehendak untuk ditingkatkan dari penyelidikan ke penyidikan, nanti akan malu jika di praperadikan. Pasti kalah disana," pungkas dia.

Dapatkan Berita Pilihan
di WhatsApp Anda
Baca WhatsApp Tribunnews
Tribunnews
Ikuti kami di
×

Ads you may like.

© 2025 TRIBUNnews.com,a subsidiary of KG Media. All Right Reserved
Atas