Ngeri! Modus Jahat Sindikat Ginjal dari Bohongi Korban hingga Palsukan Usia
Sindikat menggunakan berbagai cara untuk merekrut pendonor ginjal, ada yang dengan aksi tipu-tipu hingga memalsukan usia.
Editor: Robertus Rimawan
Meski ilegal, diperkirakan ada 10 ribu operasi gelap dengan 7.000 ginjal dijual tiap tahun.
Tidak semua pedagang ginjal bersikap baik menunggu persetujuan penduduk untuk menjual ginjalnya.
Kadang-kadang korban diculik dan dipaksa untuk menjalani operasi.
Atau, mereka dipaksa untuk percaya bahwa mereka sedang membutuhkan jenis operasi lain, dan ginjal akan dipotong tanpa sepengetahuan mereka.
Beberapa korban bahkan dibunuh agar dua ginjal mereka bisa diambil para penjahat.
Tahun lalu, TIME menulis cerita tentang Kenam Tamang yang ditipu oleh menantunya sendiri.
Dia menjanjikan Tamang pekerjaan yang lebih baik di Chenai, India, tapi begitu mereka sampai di sana, ternyata itu adalah tipuan semata.
“Saya diantar ke rumah sakit, di mana saya diberi tahu bahwa mereka akan mengambil ginjal saya,” ujar Tamang.
“Dia bilang saya akan mendapatkan jumlah uang yang baik untuk ginjal saya, dan tidak akan berpengaruh terhadap kesehatan saya. Dia bahkan bilang bahwa ginjal saya akan tumbuh lagi.”
Cerita mirip juga dialami oleh Bahadur Damai.
Dia juga melakukan perjalanan ke India untuk mencari pekerjaan yang lebih baik.
Alih-alih pekerjaan, Damai dipaksa menenggak minuman hingga mabuk.
“Ketika saya terbangun, saya sudah berada di sebuah tempat tidur di rumah sakit. Mereka telah mengambil ginjal saya,” cerita Damai.
Tiga bulan kemudian, dia diberi uang ganti 150 dolar.
Dengan uang itu, ia membeli sebidang tanah yang jauh dari kata luas.
Laxman Lamichhane, pengacara dan koordinator program di Forum for Protection of People’s Rights Nepal (PPR Nepal), mengatakan bahwa orang-orang merasa tidak aman dan ketakutan di tempat tinggal mereka sekarang, meskipun ada pasukan keamanan yang memantau.
“Mereka harus menghadapi begitu banyak wajah-wajah baru dalam kehidupan mereka,” kata Lamichhane.
Orang-orang asing itu telah diidentifikasi sebagai pelaku perdagangan manusia yang sengaja mencoba untuk memikat warga agar mau bekerja ke luar negeri, seperti India.
“Ketika kembali ke desa, orang-orang itu ternyata sudah tertipu. Mereka tidak dipaksa untuk menjual ginjal mereka,” tambah Krishna Pyari Nakarmi, pengacara lain di PPR Nepal.
Ironisnya, orang-orang tertipu ini tidak mendapat dukungan dan justru menjadi bahan omongan warga setempat.
Mereka dikucilkan di komunitasnya sendiri.
“Bahkan anak-anak mereka didiskriminasi di sekolah. Ini membuat mereka frustasi dan depresi dan akhirnya lari ke minuman,” tambah Nakarmi. (*)