KPU : Pemohon Tak Punya Legal Standing Karena Cuma Didukung Golkar Kubu Agung
Mahkamah Konstitusi (MK) kembali menggelar sidang Perselisihan Pemilihan Bupati dan Wakil Bupati Kabupaten Fakfak, Rabu (3/2/2016).
Penulis: Edwin Firdaus
Editor: Adi Suhendi
Laporan Wartawan Tribunnews.com, Edwin Firdaus
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Mahkamah Konstitusi (MK) kembali menggelar sidang Perselisihan Pemilihan Bupati dan Wakil Bupati Kabupaten Fakfak, Rabu (3/2/2016).
Agenda sidang perkara Nomor 148/PHP.BUP-XIV/2016 itu mendengarkan jawaban termohon dan pihak terkait terhadap dalil-dalil yang disampaikan Pemohon, yakni Pasangan Calon Bupati dan Wakil Bupati Fakfak Inya Bay dan Said Hindom.
Pada intinya, KPU Kabupaten Fakfak sebagai Termohon, melalui kuasa hukumnya Daniel Tonapa Masiku, menolak semua dalil yang disampaikan Pemohon.
"Apa yang dimohonkan Pemohon dalam keberatannya bukanlah kewenangan Mahkamah. Pemohon juga menggugat beberapa berita acara yang jelas bukan obyek perselisihan hasil pemilu," kata Daniel kepada Majelis Hakim Panel II yang dipimpin oleh Wakil Ketua MK Anwar Usman.
Termohon juga menanggapi kedudukan hukum Pemohon.
Menurutnya, pihak yang dapat mengajukan perkara PHP Kepala Daerah adalah pasangan calon dalam pemilihan.
Sedangkan Pemohon bukanlah peserta, yang berdasarkan verifikasi KPU tak memenuhi syarat, hanya didukung DPP Golkar kubu Agung Laksono dan tak mendapat dukungan dari DPD Golkar.
"Selain itu, permohonan Pemohon tidak jelas karena tidak disebutkan kapan dan dimana pelanggaran itu terjadi," kata Daniel.
Daniel menjelaskan, KPU Fakfak membuka kembali pendaftaran ulang pada 28-31 Agustus 2015.
Pada 29 Agustus 2015 saat masa pendaftaran ulang, DPD Golkar Kabupaten Fakfak dari kubu Munas Bali dan Munas Ancol mendaftarkan Pemohon sebagai calon bupati dan wakil bupati Fakfak.
Tetapi setelah dilakukan verifikasi, Pemohon tidak dapat memenuhi syarat yang diminta, dukungan Golkar Munas Bali tidak lengkap tanda tangannya.
"Dukungan pasangan calon dari partai yang bermasalah diabaikan jika hanya diberikan oleh salah satu kubu. Berdasar hasil verifikasi, KPU meloloskan dua pasangan calon. Tapi ada rekomendasi dari Panwaslu bahwa prosedur yang dilakukan Pemohon menyalahi aturan," kata Daniel.
Seharusnya, imbuh Daniel, Pemohon melaporkan persoalan pendaftaran kepada panwas ataupun mengajukan gugatan ke PTUN atau institusi lain.
"Namun Pemohon tidak melakukan langkah tersebut," tegas Daniel.
Bantahan juga dilayangkan Pasangan Calon Mohammad Uswanas dan Abraham Sopaheluwakan selaku Pihak Terkait.
Menurut Pihak Terkait yang diwakili Budi Setyanto, Pemohon tidak memiliki kedudukan hukum untuk mengajukan gugatan ke MK karena bukan peserta pilkada.
"Terkait dengan kewenangan Mahkamah Konstitusi, benar berdasarkan peraturan perundang-undangan, Mahkamah berwenang untuk menangani sengketa perselisihan hasil pilkada, namun, dengan syarat diajukan oleh pasangan calon peserta pemilihan," kata Budi.
Lainnya, ungkap Budi, fakta di lapangan atas Pilkada tersebut, Pihak terkait memperoleh 20.274 suara atau sama dengan 73,5 persen. Saat rekapitulasi juga tidak ada keberatan-keberatan dari paslon dan masyarakat.
"Kesimpulan kami, Pemohon tidak memiliki kedudukan hukum karena bukan sebagai pasangan calon peserta pemilihan, hanya sebagai bakal pasangan calon yang pernah melakukan pendaftaran. Pelanggaran yang didalilkan bukan kewenangan Mahkamah dan permohonan Pemohon tidak memiliki landasan hukum," kata Budi.