Dicecar Penyidik 22 Pertanyaan Selama Tujuh Jam, Novanto Sempat Salat dan Makan Siang
"Yang bersangkutan meminta ijin, sore ini mau ke NTB ada rapat DPD,"
Penulis: Valdy Arief
Editor: Adi Suhendi
Laporan wartawan Tribunnews.com, Valdy Arief.
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Ketua Fraksi Partai Golkar DPR RI, Setya Novanto menjalani proses pemeriksaan di Kejaksaan Agung terkait dugaan permufakatan jahat dalam skandal 'Papa Minta Saham'.
Pada proses tersebut, Kejaksaan Agung berencana mencecar Novanto dengan 33 pertanyaan, tapi Novanto hanya sempat ditanya 22 pertanyaan.
Politisi Partai Golkar itu berdalih hendak melakukan perjalan ke Nusa Tenggara Barat.
"Yang bersangkutan meminta ijin, sore ini mau ke NTB ada rapat DPD," kata Jaksa Agung Muda Tindak Pidana Khusus (Jampidsus) Arminsyah saat menjelaskan alasan Novanto di Kejaksaan Agung, Kebayoran Baru, Jakarta, Kamis (4/2/2016).
Dalam proses permintaan keterangan yang berlangsung dari 08.04 WIB hingga 14.50 WIB, Arminsyah menyebutkan, Novanto sempat menjalankan ibadah salat Dhuhur.
Mantan Ketua DPR itu, sebut Arminsyah, sempat pula menikmati santap siang di sela-sela waktu istirahat dari cecaran pertanyaan tim penyelidik Kejaksaan.
"Ada istirahat salat dan makan siang,"kata Arminsyah.
Novanto sebelumnya, hadir di Gedung Bundar pada 08.04 WIB mengenakan kemeja batik merah muda.
Dia hadir dengan mobil Toyota Avanza bernomor polisi B 1741 ZFL.
Kasus yang dikenal dengan Skandal Papa Minta Saham mencuat saat Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral Sudirman Said melaporkan mantan Ketua DPR RI Setya Novanto ke Mahkamah Kehormatan Dewan (MKD) pada Senin (16/11/2015).
Pelaporan itu dilakukan karena Sudirman mengetahui Setya mencatut nama presiden dan wakil presiden saat bertemu mantan Direktur Utama PT Freeport Indonesia Maroef Sjamsuddin bersama pengusaha Muhammad Riza Chalid dari sebuah rekaman pembicaraan.
Dalam pertemuan tersebut, terindikasi politisi Partai Golkar itu mencatut nama presiden guna meminta sejumlah saham PLTA Urumka, Papua yang tengah dibangun PT FI dan berjanji memuluskan negosiasi perpanjangan kontrak karya perusahaan tambang asal negeri Paman Sam itu.
Kejaksaan melihat ada dugaan permufakatan jahat dalam pembicaraan tersebut yang dapat dijerat dengan undang-undang tindak pidana korupsi.