Pengamat: Jokowi Rontok Jika Dicitrakan Anti KPK
Jokowi akan dicatat dalam sejarah sebagai presiden Indonesia yang paling berjasa melemahkan KPK
Editor: Rachmat Hidayat
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA- Presiden Jokowi Widodo (Jokowi) akan dicatat dalam sejarah sebagai presiden Indonesia yang paling berjasa melemahkan KPK, jika tidak cermat dan peka dalam menyikapi pro kontra usulan revisi UU No 30 Tahun 2002 tentang KPK.
Seiiring dengan itu, Jokowi juga akan menerima hukuman publik berupa rontoknya tingkat kesukaan rakyat jika dirinya tercitrakan secara massif sebagai presiden Anti KPK. Hal ini diungkapkan oleh Toto Izul Fatah, Peneliti Senior Lingkaran Survei Indonesia (LSI Network) kepada tribunnews.com, Jumat (5/2/2016).
"Citra buruk terhadap Jokowi akan otomatis muncul karena yang dihadapi itu adalah persepsi publik. Sudah terbangun image sangat kuat, bahwa usulan revisi UU KPK itu identik dengan pelemahan terhadap KPK," ujarnya.
"Tak mudah buat pemerintah untuk meyakinkan public bahwa revisi itu dimaksudkan sebagai penguatan terhadap KPK. Apalagi, reaksi penolakan bukan saja muncul dari berbagai kalangan
masyarakat, tapi juga datang dari pimpinan KPK sendiri," tambahnya.
Karena itulah, lanjut Toto, Presiden Jokowi harus berpikir matang dalam merespon isu revisi UU KPK. Sebab, jika tidak, dukungan pemerintah terhadap revisi ini hanya akan mengantarkan Jokowi pada keterpurukan imagenya.
Sebagai konsekuensi logis, tentu bukan saja berefek pada elektabilitasnya sebagai presiden yang mungkin akan maju lagi pada 2019 mendatang, tapi juga berimbas pada terganggunya efektivitas.
Sebab, pemerintahan yang efektif itu adalah pemerintahan yang dipimpin oleh presiden yang mau mendengar suara rakyatnya agar rakyatnya mau mendengar apa yang diperintahkan pemimpinnya.
Kebijakan Jokowi tak akan berjalan efektif jik terjadi penolakan massif karena ketidaksukaan rakyat terhadap presidennya.
"Jokowi sebaiknya belajar banyak dari mantan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono. Terlepas apakah keputusannya itu sebagai pencitraan atau bukan, yang pasti SBY sudah berani mengambil sikap tegas berupa pernyataan terbuka yang menghentikan pembahasan revisi UU KPK pada 16 Oktober 2012," saran Toto.
SBY sudah menghitung resiko politik berhadapan dengan sejumlah elit DPR yang menginisiasi usulan.
Sayangnya, yang terjadi pada pemerintah sekarang justru sebaliknya, Presiden Jokowi dinilai berkomplot dengan elit DPR untuk merevisi UU KPK yang sudah terlanjur dipersepsi public sebagai upaya pelemahan terhadap KPK.
"Jokowi harus cerdas dan cermat menyikapi isu ini, karena sejumlah isu lain seperti proyek Kereta Api Cepat Jakarta-Bandung dan perpanjangan Freeport sudah menunggu. Dua isu tersebut tak kalah dahsyatnya memberi efek kerontokan tingkat kesukaan publik," pungkasnya
Dan bukan mustahil, juga akan bermuara pada munculnya tsunami politik yang bisa menggulung Jokowi secara politik.
Kirim Komentar
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.