Jokowi: Pers Nasional Bisa Bangun Kepercayaan Dunia Luar
Presiden Jokowi berkesempatan menyentil media di Hari Pers Nasional (HPN) yang dihelat di Mandalika
Editor: Toni Bramantoro
TRIBUNNEWS.COM, LOMBOK - Presiden Jokowi berkesempatan menyentil media di Hari Pers Nasional (HPN) yang dihelat di Mandalika, satu kawasan yang tengah dirancang oleh Kemenpar RI sebagai Kawasan Ekonomi Khusus (KEK) Pariwisata, Lombok Tengah, NTB.
Tetapi "selentikan" orang nomor satu di Republik ini justru menjadi penanda kecintaan Jokowi terhadap pers, agar tetap menjadi mitra strategis di masa depan. Kritik presiden itu ibarat pil pahit yang menyehatkan kehidupan pers saat ini.
Hubungan pers dengan pemerintah saat ini dan beberapa tahun yang lalu sangatlah berbeda. Jika dahulu, tekanan kepada pers itu datang dari pemerintah, tapi sekarang berbalik, justru pers yang menekan pemerintah.
"Kalau dulu pers ditekan, berita langsung yang baik-baik. Sekarang justru pers yang menekan pemerintah," ujar Presiden.
Mantan Gubernur DKI ini menyadari, selama ini banyak disupport oleh pers. Bertahun-tahun, Presiden Jokowi ditempatkan sebagai media darling.
Dicintai media, diharapkan bisa membuat perubahan besar di Indonesia. Bahkan sampai saat ini pun, dia masih dielu-elukan media. Kata-katanya masih dipercaya oleh media. Dia mengapresiasi tema HPN tahun 2016 ini, yaitu “Pers Yang Merdeka Mendorong Poros Maritim dan Pariwisata Nusantara”.
Poros Maritim dan Pariwisata, dua hal yang sedang getol-getolnya dieksplorasi oleh Presiden Jokowi. Wajar, jika di beberapa destinasi prioritas, Presiden Jokowi langsung hadir dan memberi arahan, seperti di Borobudur, Tanjung Lesung, Labuan Bajo, Mandalika, sampai ke Raja Ampat Papua sana.
Naiknya kunjungan Wisman 2015 hinggal 10,3 persen, capaiannya di atas proyeksi, dan jauh mengalahkan total growth Malaysia (-9%) dan Singapore (0 persen) cukup membuatnya bangga dan semakin optimis.
Bangun Optimisme
Presiden yang hadir bersama Ibu Negara Iriana Joko Widodo itu berharap agar seluruh insan pers dan media turut membangun optimisme, etos kerja masyarakat, produktivitas masyarakat, bukan sebaliknya.
"Kadang media kita justru mempengaruhi kita menjadi pesimisme dan juga banyak yang terjebak pada berita-berita yang sensasional. Apalagi kalau ditambah pendapat pengamat," kritik Presiden.
Jokowi menyadari, di era kemerdekaan pers ini, setiap hari dibanjiri informasi. Kita dihadapi oleh berbagai opini, data, informasi yang beragam bahkan terkadang status di media sosial-pun bisa jadi berita.
Informasi itu sangatlah beragam maknanya, jika diibaratkan ada yang layaknya jamu, vitamin atau bahkan pil pahit yang menyehatkan. Tetapi juga ada yang sekedar informasi yang bisa mengganggu akal sehat.
Presiden sempat memberikan contoh beberapa judul berita di media yang mengganggu pikiran masyarakat. Misalnya, "Indonesia Diprediksi Akan Hancur', 'Semua Pesimis Target Pertumbuhan Ekonomi Tercapai', 'Pemerintah Gagal Aksi Teror, Tak Akan Habis Sampai Kiamat-pun', 'Kabut Asap Tak Teratasi Riau Terancam Merdeka'.