Pemberian Paspor Hitam Tidak Boleh Sembarangan
permintaan DPR terkait pemberian paspor hitam kembali muncul.
Editor: Rachmat Hidayat
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA-Dalam rapat tertutup Komisi I DPR-RI bersama Menteri Luar Negri Retno LP Marsudi pada Rabu (10/2/2016), permintaan DPR terkait pemberian paspor hitam kembali muncul.
Helmy Fauzi, Dewan Pakar Hubungan Internasional Seknas Jokowi berpendapat, pemberian paspor hitam ke DPR kurang tepat.
"Dalam tradisi diplomasi antar negara-negara (G to G), tidak bisa semua orang melakukan tugas diplomasi. Yang dibawa adalah kepentingan Negara, bukan kepentingan partai atau kepentingan sekelompok di legislatif," ujarnya, Jumat (12/2/2016).
"Itulah mengapa, pemberian paspor hitam tidak boleh sembarangan. Pemegang paspor hitam adalah wakil negara yang sudah diatur melalui peraturan undang-undang ataupun hak penuh penunjukan Presiden," tambahnya.
Lebih lanjut Helmy menuturkan, instrument hukum hubungan diplomasi internasional, bukan saja produk kebijakan dalam negeri semata. Namun juga konvensi internasional yang sudah menjadi kesepakatan negara-negara di dunia.
"Dalam Konvensi Wina 1961 yang mengatur soal Diplomatik, tidak menyebutkan anggota legislatif sebagai aktor pelaku diplomasi," Helmi menegaskan.
Dr. Fernando Manulang, pengurus Harian Seknas Jokowi melihat, ada niat "hitam" dibalik itu.
"Paspor hitam jangan dilihat untuk hebat-hebatan, itu adalah dokumen resmi negara sebagai tiket diplomasi. Kita tidak melihat urgensi pemberian paspor hitam oleh DPR-RI, justru hal itu malah merusak pola diplomasi yang sudah ditugaskan Presiden melalui Duta Besar RI," paparnya.
Bisa jadi, permintaan ini, ia menduga, adalah kepentingan kelompok "hitam" di DPR agar semakin mudah melakukan transaksi di luar negeri.
"Sebagai rakyat yang berteguh pada agenda Revolusi Mental kita harus sangat cermat dengan isu-isu seperti ini". Janganlah yang hitam semakin hitam," tegas Fernando.