Pemerintah Ungkap Alasan Rencana Pemberian Amnesti Din Minimi
Luhut menyebut terdapat dua kelompok tahanan politik Papua terkait amnesti yang akan diberikan presiden.
Penulis: Ferdinand Waskita
Editor: Johnson Simanjuntak
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Pemerintah berencana memberikan amnesti bagi tahanan politik Papua serta kelompok bersenjata Aceh Din Minimi.
Menteri Koordinator Politik, Hukum dan Keamanan Luhut Panjaitan mengatakan dasar hukum amnesti terdapat UU Darurat.
Luhut menyebut terdapat dua kelompok tahanan politik Papua terkait amnesti yang akan diberikan presiden.
"Ada dua kelompok yang menerima dan tidak menerima. Kalau mau ya kita berikan. Kalau menolak yang enggak bisa kita proses. Kalau mereka enggak mau ya sudah. Silahkan saja kalau mau tinggal di penjara terus," kata Luhut dalam rapat gabungan Komisi I-Komisi III di Ruang Banggar DPR, Jakarta, Senin (15/2/2016).
Luhut menyebutkan bila amnesti terhadap Din Minimi mendapatkan dampak positif seperti mengurangi potensi gangguan keamanan di Aceh.
Rencananya, terdapat 134 orang tahanan Aceh yang akan diberikan amnesti.
Sementara, Jaksa Agung H.M Prasetyo mengungkapkan pertimbangan pemberian amnesti terhadap Din Minimi.
Ia menyebutkan pada 19 Desember 2015 Din Minimi menyerahkan diri kepada aparat.
"Ini bentuk ketidakpuasan mereka terhadap pemerintah lokal Aceh. Tentang adanya kenyataan bahwa janji-janji mereka tidak dipenuhi, misal perhatian janda, yatim pendidikan dan kesehatan enggak mereka penuhi. Makanya Din Minimi ini kesal." ujar Prasetyo.
Din, kata Prasetyo, kemudian menyerahkan diri dan meminta ampunan berupa amnesti.
Ia menuturkan amnesti dapat lebih cepat dilakukan. Sedangkan abolisi terkait dengan penghapusan penuntutan sehingga harus melalui proses hukum.
"Ini baik memberikan amnesty maupun abolisi harus minta pertimbangan DPR. Kelompok Din Minimi kita selesaikan dengan soft power. Tidak sama dengan separatis GAM, makanya ini amnesty diberikan," katanya.
Hal itu berbeda dengan anggota OPM (Organisasi Papua Merdeka). Ketika anggota OPM ditawarkan amnesti, mereka menolak.
Prasetyo menuturkan pemahaman anggota OPM bila mengajukan grasi maka mereka mengakui adanya republik Indonesia.
"Masalah keduanya sangat berbeda, penanganannya enggak bisa disamakan. Amnesty ini masih kita perdebatan, makanya kita minta pendapat Mahkamah Agung dan DPR," ujarnya.