Beda Hasil Survei Pilgub Jakarta Berbuntut Panjang, Kronologi Poltracking Pilih Mundur dari Persepi
Poltracking Indonesia memutuskan keluar dari keanggotaan Perkumpulan Survei Opini Publik Indonesia (Persepi).
Penulis: Malvyandie Haryadi
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Hasil survei Pilgub Jakarta yang dilakukan oleh Poltracking Indonesia memicu kontroversi dan berbuntut panjang.
Menurut informasi yang diperoleh, Dewan Etik Perkumpulan Survei Opini Publik Indonesia (Persepi) telah mengeluarkan sanksi terhadap lembaga tersebut, melarangnya untuk mempublikasikan hasil survei.
Keputusan ini diambil setelah serangkaian pemeriksaan yang berlangsung dari tanggal 28 hingga 31 Oktober 2024.
Hal itu bermula dari adanya beda hasil survei antara Poltracking dan Lembaga Survei Indonesia (LSI) mengenai Pilkada Jakarta 2024.
Versi survei Poltracking Indonesia menempatkan elektabilitas Ridwan Kamil-Suswono unggul yakni di angka 51,6 persen.
Kemudian Dharma Pongrekun-Kun Wardana Abyoto 3,9 persen dan Pramono Anung-Rano Karno 36,4 persen serta responden yang tidak menjawab 8,1 persen.
Sedangkan dalam survei kedua LSI yang digelar pada 10-17 Oktober 2024 menempatkan Ridwan Kamil-Suswono 37,4 persen.
Dharma Pongrekun-Kun Wardana Abyoto 6,6 persen serta Pramono Anung-Rano Karno 41,6 persen, dimana responden yang tidak menjawab 14,4 persen.
Mengapa Dewan Etik Mengeluarkan Sanksi?
Dewan Etik menemukan lima kesimpulan penting sebelum menjatuhkan sanksi kepada Poltracking.
Tiga kesimpulan utama berkaitan dengan ketidakmampuan Poltracking dalam menyediakan data yang valid.
Salah satu masalah yang dihadapi adalah ketidakjelasan mengenai data yang digunakan sebagai dasar penilaian, mengingat terdapat dua dataset raw data yang berbeda yang telah diserahkan oleh Poltracking.
Hal ini membuat Dewan Etik ragu akan kepatuhan lembaga survei tersebut terhadap Standar Operasional Prosedur (SOP) saat melakukan survei.
Dewan Etik juga mencatat bahwa mereka tidak dapat memverifikasi kesahihan metodologi survei yang diterapkan oleh Poltracking Indonesia.