Ikut Suara Netizen, SBY Percaya Diri Tolak Revisi UU KPK
SBY sempat bertanya mengenai sikap netizen melalui akun facebook dan twitternya.
Editor: Fajar Anjungroso
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA – Ketua Umum Partai Demokrat Susilo Bambang Yudhoyono makin percaya diri membawa partainya menolak revisi UU Nomor 30 Tahun 2002 tentang Komisi Pemberantasan Korupsi.
Sebab, mayoritas netizen juga menolak revisi tersebut.
SBY sempat bertanya mengenai sikap netizen melalui akun facebook dan twitternya.
Dalam waktu 26 jam, kata SBY, netizen yang memberikan retweet dan komentar twitter mencapai 6.647 akun.
Dari jumlah itu, 70 persen netizen menolak revisi UU KPK, 12 persen menyatakan setuju, dan 18 persen sisanya menjawab lain-lain.
"Suara rakyat seperti ini penting bagi saya dan juga Partai Demokrat, karena ternyata makin memperkuat sikap dan pandangan kami," kata SBY melalui akun twitter @SBYudhoyono, Kamis (18/2/2016).
Tak lupa Presiden keenam RI ini mengucapkan terima kasih kepada netizen yang telah memberi pendapat mengenai revisi UU KPK langsung melalui akun media sosialnya.
"Suara rakyat penting didengar siapapun, termasuk DPR dan pemerintah," kata dia.
SBY rencananya akan melakukan kopi darat dengan netizen yang terpilih untuk membahas revisi UU KPK pada Sabtu (20/2/2016).
Fraksi Demokrat di DPR sebelumnya sempat menyetujui revisi UU KPK dalam rapat Badan Legislasi DPR dengan agenda penyampaian pandangan minifraksi, Rabu (10/2/2016).
Namun sehari setelahnya, Demokrat balik badan dan menyatakan menolak revisi tersebut. (Baca: SBY Tiba-tiba Instruksikan F-Demokrat Tolak Revisi UU KPK)
Selain Demokrat, fraksi yang menolak revisi UU KPK, yakni Fraksi Partai Gerindra dan Fraksi Partai Keadilan Sejahtera. (baca: PDI-P Kritik Sikap SBY yang "Balik Badan" soal Revisi UU KPK)
Rapat paripurna pengambilan keputusan dilanjutkan atau tidaknya pembahasan revisi UU KPK sedianya digelar hari ini.
Namun, rapat paripurna itu ditunda hingga Selasa (23/2/2016).
Setidaknya ada empat poin yang ingin dibahas dalam revisi, yakni pembatasan kewenangan penyadapan, pembentukan Dewan Pengawas, kewenangan KPK menerbitkan Surat Perintah Penghentian Penyidikan (SP3), serta kewenangan rekrutmen penyelidik dan penyidik.