Mahkamah Agung baru Kirim Salinan Putusan Kasasi Usai Pejabatnya Ditangkap KPK
Icshan memberikan suap Rp 400 juta kepada Andri melalui pengacaranya Awang Lazuardi Embat, agar menunda pengiriman salinan putusan kasasi.
Penulis: Eri Komar Sinaga
Editor: Sanusi
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Mahkamah Agung ternyata baru mengirim salinan putusan kasasi Direktur PT Citra Gading Asritama (CGA) Ichsan Suaidi usai Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menangkap Kepala Sub Direktorat Kasasi Perdata Mahkamah Agung Andri Tristianto Sutrisna.
Padahal perkara tersebut telah diputus pada 9 September 2015. Andri sendiri ditangkap pada 12 Februari 2016. Itu artinya salinan putusan belum dikirim padahal telah melewati batas maksimal yang ditentukan yakni tiga bulan.
"Ya itu setelah selesai (OTT) dikirim," kata Panitera Muda Pidana Khusus Mahkamah Agung (MA) Rocky Pandjaitan usai diperiksa KPK, Jakarta, Rabu (24/2/2016).
Menurut Rocky berkas salinan masih berada di majelis hakim yakni Hakim Agung Artidjo Alkostar dan operator. Kata Rocky, pengiriman tersebut molor, karena panitera pengganti kasasi tersebut meninggal dunia.
"Itu kendalanya karena PP (Panitera Pengganti)-nya meninggal," kata dia.
Rocky mengakui pengiriman salinan putusan tersebut adalah tugas dan tanggung jawab mereka. Terkait tangung jawab tersebut, Rocky berdalih panitera pengganti baru tidak bisa langsung tersedia.
"Berkasnya belum ada di Pidsus ketika Andri ditangkap," tukas Rocky.
Sekadar informasi, Icshan memberikan suap Rp 400 juta kepada Andri melalui pengacaranya Awang Lazuardi Embat, agar menunda pengiriman salinan putusan kasasi.
Pada putusan kasasi tersebut, Ichsan divonis pidana penjara selama 5 tahun dan membayar denda Rp 200 juta subsidair enam bulan penjara dan dikenakan uang pengganti sebesar Rp 4,46 miliar subsidair 1 tahun penjara.
Atas perbuatannya, Andri disangka Pasal 12 huruf a atau huruf b atau Pasal 11 Undang-Undang Nomor 31 tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi.
Sementara Icshan dan Awang dikenakan Pasal 5 ayat 1 huruf a atau huruf b atau Pasal 13 Undang-Undang Nomor 31 tahun 1999 jo Pasal 55 ayat 1 ke-1 KUHPidana.