Sempat Dibui, Akhirnya Kusrin Si Pembuat Televisi 'Diakui' Pemerintah
Kusrin secara khusus diundang Kemenkumham ke Jakarta untuk diberikan sertifikat Standar Nasional Indonesia (SNI).
Penulis: Wahyu Aji
Editor: Rendy Sadikin
Laporan wartawan TRIBUNNEWS.com, Wahyu Aji
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Sempat divonis penjara dan televisi rakitannya dimusnahkan Kejaksaan, justru menjadi berkah bagi Muhammad Kusrin bin Amri (41).
Kusrin secara khusus diundang Kementerian Hukum dan HAM ke Jakarta untuk diberikan sertifikat Standar Nasional Indonesia (SNI) untuk merek televisi hasil rakitannya.
Mengenakan batik cokelat lengan panjang, senyum Kusrin merekah saat Menteri Hukum dan HAM Yasonna Laoly menyerahkan secara langsung sertifikat SNI untuk berbagai TV yang dirakitnya.
Penyerahan SNI dilakukan Menkumham lantaran karya Kusrin dianggap inovatif dan mendapatkan perhatian besar dari masyarakat termasuk juga Presiden Joko Widodo.
"Hal ini merupakan wujud dukungan pemerintah dalam meningkatkan kreativ-itas anak bangsa melalui sistem kekayaan intelektual," kata Yasonna dalam sambutannya, Kamis (25/12).
Televisi merek Maxreen hasil karya Kusrin, terdaftar dengan Nomor Registrasi IDM 427916 yang telah dilindungi sejak tanggal penerimaan atau filling, 12 Januari 2016.
Utak-atik
Kusrin yang tak lain warga Sukasari, Gondangrejo, Karanganyar, Jawa Tengah ini bisa merakit televisi berkat hobinya mengutak-atik peralatan elektronik.
Ia hanya lulusan SDN Pakang, Kecamatan Andong, Boyolali, Jawa Tengah.
Tahun 1998, ia merantau ke Jakarta bekerja sebagai tukang bangunan.
Di Ibu Kota, ia sering ke Pasar Jatinegara, Jakarta Timur, membeli barang-barang elektronik bekas untuk diutak-atik sebagai hobi.
Setelah 3-4 tahun di Jakarta, ia pulang kampung. Sebagian hasil keringatnya dibelikan tape deck rusak dan dua salon (speaker) seharga Rp 80.000.
Tape deck itu diperbaikinya lalu dijual Rp200.000. "Uangnya saya belikan radio komunikasi FM untuk brik-brikan," katanya.
Dari komunitas radio, Kusrin berkenalan dengan orang yang mengerti elektronik. Kusrin lalu menimba ilmu elektronik dari temannya selama dua tahun.
Sebelum membuka usaha sendiri, ia bekerja di tempat perakitan televisi di Solo Baru, Sukoharjo, hampir tujuh tahun.
Tahun 2011, Kusrin membuka usaha sendiri. Perlahan, televisi rakitannya makin digemar warga sekitar. Usahanya kian berkembang dan pemasaran makin meluas.
Kusrin lantas melabeli televisi rakitannya dengan merek Maxreen, Veloz, dan Zener.
Merek Maxreen terinspirasi dari kata sapaan namanya, yaitu Mas Srin, kependekan dari Mas Kusrin. Agar terasa lebih modern diracik menjadi Maxreen.
"Maxreen dari nama saya, kan Muhammad Kusrin. Saya langsung bikin Maxreen gitu aja, Mas Kusrin. Itu idenya dari situ," kata Kusrin di Kemenkumham, Kamis (25/2).
Sedangkan Veloz merupakan usulan dari salah satu toko elektronik yang menjual produk buatan Kusrin. Sementara merk Zener dicomotnya dari sebutan komponen elektronika.
Usaha Kusrin tak berlangsung mulus. Tahun 2012, usahanya limbung karena karyawan bagian pemasaran menggelapkan hasil penjualan ratusan unit televisi.
Kusrin tidak menyerah begitu saja. Dibangun lagi usahanya. Ia tak lagi memercayai tenaga pemasaran. Ia berhubungan sendiri dengan toko-toko elektronik untuk memasarkan televisi.
Area pemasaran tidak hanya di Karanganyar, Solo, dan sekitarnya, tetapi sampai ke Yogyakarta, Semarang, dan Surabaya. Jumlah karyawannya sampai 30 orang.
Di bawah bendera UD Haris Elektronika, produksi televisi rakitan Kusrin menyentuh angka 100 unit per hari.
Ketika usahanya mulai tumbuh lagi, pada Maret 2015 aparat Kepolisian Polda Jateng menggerebeknya.
Kusrin juga diputus bersalah oleh Pengadilan Negeri Karanganyar selama enam bulan penjara dengan masa percobaan satu tahun serta denda Rp 2,5 juta.
Vonis dijatuhkan lantaran Kusrin dianggap melanggar pasal 120 (1) jo pasal 53 (1) huruf b UU RI no 3/2014 tentang Perindustrian dan Permendagri No 17/M-IND/PER/2012, Perubahan Permendagri No 84/M-IND/PER/8/2010 tentang Pemberlakuan Standar Nasional Indonesia Terhadap Tiga Industri Elektronika Secara Wajib.
Lega
Kini Kusrin telah tersenyum lega. Beberapa waktu lalu ia diundang Presiden Joko Widodo datang ke Istana.
Bahkan, sebelumnya Menteri Perindustrian Saleh Husin menyerahkan sendiri Sertifikat Produk Penggunaan Tanda-Standar Nasional Indonesia (SPPT-SNI) kepada Kusrin di Jakarta, Selasa (19 Januari lalu).
"Perasaanya lebih mantap untuk berkarya kedepannya. Jadi melangkah kedepan ini jadi yakin, payung hukumnya ada," kata Kusrin.
Kini, dengan 19 karyawan, industri rumahan miliknya bisa menghasilkan 80 - 100 televisi baru perhari.
Ke depan, Kusrin yakin produknya masih banyak peminat dan bisa bersaing dengan merek lain yang lebih tenar di pasar sekarang.
"Belum saya pikirkan, jangka pendek dulu. Pertama kan masalah modalnya, otomatis kalau tambah karyawan banyak kami stok bahan harus cukup, kalau ga bisa ngga kerja semuanya," kata Kusrin.
Menurutnya, kini banyak pengusaha yang melirik untuk menyuntikan modal usaha. Namun itu bukanlah hal utama. Kusrin ingin lebih banyak bisa mempekerjakan karyawan di kampungnya.
Dengan tantangan teknologi ke depan yang semakin canggih, Kusrin mengaku yakin Indonesia mampu menjawabnya. "Mampu sebetulnya, tinggal modalnya aja. Bikin (televisi) LCD semuanya saya juga bisa sebenarnya," kata Kusrin.