Nikmati berita interaktif dan LIVE report 24 jam hanya di TribunX
Tribun

Jika Ditanya, Bambang Widjojanto Lebih Suka Diberikan SKP2 Dibandingkan Deponering

Jika bisa memilih, Bambang Widjojanto mengaku sebenarnya lebih senang diberikan Surat Ketetapan Penghentian Penuntutan (SKP2 )

Penulis: Eri Komar Sinaga
Editor: Gusti Sawabi
zoom-in Jika Ditanya, Bambang Widjojanto Lebih Suka Diberikan SKP2 Dibandingkan Deponering
TRIBUNNEWS/IRWAN RISMAWAN
Jaksa Agung HM Prasetyo memberikan keterangan pers terkait kasus Abraham Samad dan Bambang Widjojantondi Gedung Kejaksaan Agung, Jakarta, Kamis (3/3/2016). Jaksa Agung memutuskan mengesampingkan (deponering) kasus Abraham Samad dan Bambang Widjojanto dengan pertimbangan atas kepentingan umum. TRIBUNNEWS/IRWAN RISMAWAN 

TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA- Jika bisa memilih, Bambang Widjojanto mengaku sebenarnya lebih senang diberikan Surat Ketetapan Penghentian Penuntutan (SKP2 )diberikan deponering atau pengesampingan perkara.

"Kalau saya ditanya pasti SKP2," kata Bambang di KPK, Jakarta, Jumat (4/3/2016).

Namun, Bambang tidak mau larut mengenai masalah tersebut. Kata dia, pemberian deponering atau SKP2 adalah otoritas dari Kejaksaan Agung. Sebagai penerima, Bambang mengaku harus mengomentarinya.

Menurut Bambang, walau hanya dikesampingkan, kasusnya sudah ditutup.

"No case. Sudah nggak ada lagi kasusnya. Case closed," tegas Bambang.

Bambang mengatakan akan menggunakan momentum pemberian deponering tersebut dalam agenda pemberantasan korupsi. Bambang tidak akan menjadikannya sebagai

"Jadi saya tidak mau berkubang dengan masalah. Kalau anak muda sekarang harus 'move on'," tukas Bambang.

BERITA TERKAIT

Sebelumnya, Jaksa Agung HM Prastyo secara resmi telah mengumumkan memberikan deponering atau pengenyampingan perkara terhadap kasus Abraham Samad dan Bambang Widjojanto.

Abraham Samad adalah tersangka kasus pemalsuan dokumen administrasi kependudukan. Sementara Bambang adalah tersangka dugaan mengarahkan saksi memberikan keterangan palsu saat sidang sengketa Pilkada Kota Waringinbarat di Mahkamah Konstitusi tahun 2010.

Dapatkan Berita Pilihan
di WhatsApp Anda
Baca WhatsApp Tribunnews
Tribunnews
Ikuti kami di
© 2024 TRIBUNnews.com,a subsidiary of KG Media. All Right Reserved
Atas