Masa Pemeriksaan Bupati Noviadi Diperpanjang Tiga Hari
Empat hari setelah ditangkap Badan Narkotika Nasional (BNN), Bupati Ogan Ilir (OI), Ahmad Wazir Noviadi Mawardi belum juga dipindahkan ke sel tahanan.
Editor: Dewi Agustina
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Empat hari setelah ditangkap Badan Narkotika Nasional (BNN), Bupati Ogan Ilir (OI), Ahmad Wazir Noviadi Mawardi (27) belum juga dipindahkan ke sel tahanan.
Lantaran masih diperiksa, Noviadi dan keempat tahanan lain, tidur di meja dan kursi ruang pemeriksaan.
"Tidak ada sofa, tidak ada kasur. Namanya juga ruang pemeriksaan. Mereka tidur di kursi dan meja ruang pemeriksaan," tegas Kepala Bagian Humas BNN, Kombes Slamet Pribadi di kantornya, Rabu (16/3/2016) malam.
Menurut Kombes Slamet, tidak ada perlakuan istimewa terhadap Noviadi meski ia berstatus Bupati. BNN memperlakukan sama terhadap pengguna maupun pengedar narkoba yang ditangkap.
Kombes Slamet menuturkan, BNN kembali memperpanjang masa pemeriksaan Noviandi 3 x 24 jam lagi. Termasuk juga keempat orang yang ditangkap terkait kasus narkoba Noviadi, yakni yakni MU (29), DA (31), JU (38), ICN (38).
Sebelumnya, kelima orang ini ditangkap, Minggu (13/3/2016) lalu. Kelimanya ditangkap saat pesta narkoba di rumah Noviadi di Jalan Musyawarah III, Karanganyar Gandus, Ogan Ilir, Sumsel.
"Sesuai dengan pasal 76 ayat 2 UU Nomor 35 Tahun 2009, penyidik berhak memperpanjang masa pemeriksaan untuk mengumpulkan bukti-bukti," lanjut Kombes Slamet.
Dijelaskan Slamet, alat bukti untuk menjerat Noviadi sebagai tersangka sudah terpenuhi. Selain pengakuan para saksi, tes urine dan darah Noviadi postif mengandung zat adiktif.
"Sudah ada keterangan saksi, dan hasil tes darahnya positif," papar Kombes Slamet.
Sejak Kuliah
Noviadi sudah diincar BNN sejak tiga bulan lalu pada masa pemilihan kepala daerah Ogan Ilir. Agar tidak dikaitkan dengan politik, BNN baru menangkapnya setelah pelantikan menjadi Bupati.
Sumber Tribunnews di BNN menyebutkan bahwa Noviadi merupakan pemakai lama, yang mengonsumsi narkoba sejak di bangku kuliah.
"Sudah sejak kuliah pakai narkoba," terangnya.
Noviadi membeli sabu dari Icn yang merupakan PNS di Rumah Sakit Jiwa di Sumsel. Transaksi biasanya dilakukan seminggu dua kali.
Modus yang dilakukan yakni menaruh sabu dalam amplop kemudian dilemparkan ke halaman belakang rumah Noviadi. Rumah Icn dan Noviadi satu tembok dan saling membelakangi.
Atau kadang bupati memerintahkan anak buahnya, MU, untuk mengambil sabu di halaman depan rumah Icn.
Kini, Noviadi dan ke empat rekannya terancam pasal 112 ayat (1) jo pasal 127 (1a) UU Nomor 35 Tahun 2009 tentang Narkotika dengan ancaman hukuman penjara minimal 4 tahun dan maksimal 12 tahun.
Kampus UII
Direktur Humas Universitas Islam Indonesia (UII) Yogyakarta, Karina Utami Dewi, membenarkan Noviadi adalah alumnus Program Studi Psikologi, Fakultas Psikologi dan Ilmu Sosial Budaya UII. Ia masuk pada 2007 dan lulus tahun 2014.
Lamanya masa studi Noviadi bukan lantaran sibuk menjadi aktivis atau getol mengukir prestasi akademik. Putra mantan Bupati Ogan Ilir, Mawardi Yahya, ini pun tak tercatat mengikuti unit kegiatan mahasiswa apa pun.
"Kami tidak tahu juga apakah di luar kampus dia punya kesibukan lain, karena kegiatan di luar kampus tidak masuk ke catatan kami," jelas Karina.
Terkait kabar yang beredar tentang hobi Noviadi menggunakan sabu sejak di bangku kuliah, pihak UII tidak tahu sama sekali.
Di awal tes penerimaan mahasiswa baru, UII sudah melakukan tes urine kepada seluruh mahasiswanya, dan hasilnya Noviadi negatif menggunakan narkoba.
"Menurut catatan kami, tidak pernah ada catatan tertangkap bahkan terdengar dia adalah pengguna narkoba," imbuh Karina.
Berhentikan
Presiden Joko Widodo memberi perhatian serius terhadap Bupati Ogan Ilir Ahmad Wazir Noviadi yang tertangkap menggunakan narkoba.
Presiden bahkan menelepon langsung Menteri Dalam Negeri (Mendagri) Tjahjo Kumolo untuk menanyakan perihal Noviadi.
Atas perhatian serius presiden terhadap narkoba, apalagi melibatkan kepala daerah, Tjahjo segera mengambil sikap untuk menonaktifkan Noviadi.
"Presiden Jokowi telepon saya, dicek kebenarannya. Ada diskresi yang harus dilakukan Mendagri," kata Tjahjo.
Saat ini, Biro Hukum Kemendagri sedang berkoordinasi dengan BNN untuk mengetahui data hasil tes urine sang Bupati, sebagai dasar memberhentikan sementara.
Kemendagri juga akan mengecek wakil bupatinya yang diduga terlibat kasus serupa. Bila positif, maka Sekda akan ditunjuk sebagai Plh.
"Tes urine juga wabup. Kalau Wabup bersih, nanti yang Plh (pelaksana hariannya) Wabup. Tapi kalau Wabup positif ya Sekdanya (Sekretaris Daerah). Hari ini mudah-mudahan saya teken (surat penonaktifan bupati). Besok sudah kita ganti," kata Tjahjo. (tribun jogja/tribunnews/fik/win)