MKD Didesak Usut Anggota DPR Diduga Palsukan Ijazah
“MKD tidak perlu ragu. Bukti dan datanya ada,” tegas Ali.
Editor: Hasanudin Aco
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA – Majelis Kehormatan Dewan (MKD) didesak segera mengusut oknum anggota DPR RI berinisial AF. Pasalnya, AF diduga tersangkut kasus dugaan pemalsuan ijazah.
“Saya sudah melaporkan oknum anggota DPR (AF) ke MKD pada tanggal 11 Februari 2016 tapi hingga saat ini belum ada tindak lanjutnya dari MKD,” ujar MHAI (Muhamad Ali), Selasa (22/3/2016) selaku pelapor dugaan kasus pemalsuan ijazah oknum anggota DPR tersebut.
MHAI yang juga mengaku sebagai kader Partai Persatuan Pembangunan ini meminta Majelis Kehormatan Dewan (MKD) untuk tidak ragu memproses laporannya. Pasalnya, data dan bukti sudah disampaikan ke MKD. “MKD tidak perlu ragu. Bukti dan datanya ada,” tegasnya.
Menurutnya, berdasarkan dokomen ijazah ternyata yang bersangkutan mengaku telah menyelesaikan pendidikan pada salah satu SMA Negeri di Palembang, Sumatera Selatan pada tahun 1976. Namun setelah dicek, pihak Kepala Sekolah yang dimaksud menyatakan bahwa oknum tersebut tidak pernah terdaftar sebagai siswa di sekolahnya.
“Ini ada pernyataan tertulis dari kepala sekolah yang menyebutkan bahwa yang bersangkutan tidak pernah terdaftar di SMA. Artinya, ijazah SMA tersebut patut diduga terjadi tindak pidana pemalsuan,” tegas MHAI.
Sebagai kader PPP, dirinya merasa malu karena ada kader partai melakukan tindakan tidak patut dan telah melakukan pembohongan publik. Ia juga mempertanyakan keseriusan MKD dalam mengusut pengaduannya terhadap oknum anggota DPR RI itu.
Ia beralasan, sejak dirinya melaporan kepada MKD pada 11 Februari 2016, ia mengaku sudah empat kali menanyakaan perihal laporan tersebut kepada Sekretariat MKD. Dari penjelasan Staf Sekretariat MKD, kata dia, disampaikan bahwa laporannya masih diproses ke pimpinan MKD.
“Penjelasan staf MKD mengatakan masih diproses. Tapi ini belum ada kejelasan seperti apa prosesnnya,” katanya.
MHAI berharap MKD dapat menindaklanjuti laporan tersebut dan memproses oknum DPR karena patut diduga telah melakukan pelanggaran kode etik dan melakukan pembohongan publik dan lembaga negara.