Kata Jaksa Agung, Samadikun Minta Maaf Telah Merepotkan
Samadikun adalah buronan 13 tahun dalam kasus korupsi BLBI.
Penulis: Wahyu Aji
Editor: Hasanudin Aco
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA – Jaksa Agung H.M Prasetyo mengatakan penangkapan Samadikun Hartono membuktikan komitmen pemerintahyang tak tinggal diam memburu para koruptor.
Samadikun adalah buronan 13 tahun dalam kasus korupsi BLBI.
"Malam ini bukti bahwa nggak ada tempat aman bagi buron koruptor," kata Prasetyo di Lounge VIP Bandara Halim Perdanakusuma, Jakarta Timur, Kamis (21/4/2016) malam.
Pihaknya juga mengucapkan terima kasih kepada Badan Intelejen Negara (BIN) yang membawa pulang Samadikun dari China.
"Malam ini saya menerina penyerahan secara resmi buron yang akan menerima hukuman 4 tahun. Tadi yang bersangkutan bilang meminta maaf, karena selama ini sudah merepotkan pemerintah Indonesia dan merepotkan aparat," kata Prasetyo.
Terpidana penyalahgunaan Bantuan Likuiditas Bank Indonesia ini langsung digelandang ke Lapas Salemba pada sekitar 00.05 WIB menggunakan mobil tahanan Satuan Khusus Penanganan Perkara Tindak Pidana Korupsi (Satgassus PPTPK) dari kantor Kejaksaan Agung.
Sebelumnya diberitakan, Tim Pemburu Koruptor yang dibentuk Pemerintah berhasil menangkap Samadikun Hartono di Tiongkok pada Jumat (15/4/2016).
Samadikun telah divonis bersalah dalam kasus penyalahgunaan dana talangan dari Bank Indonesia atau BLBI senilai sekira Rp2,5 triliun yang digelontorkan ke Bank Modern menyusul krisis finansial 1998.
Kerugian negara yang terjadi dalam kasus ini sebesar Rp169 miliar. Berdasarkan putusan Mahamah Agung (MA) tertanggal 28 Mei 2003, mantan Presiden Komisaris Bank PT Bank Modern Tbk itu dihukum empat tahun penjara.
Namun, jelang eksekusi Samadikun melarikan diri ke luar negeri dengan dalih hendak berobat ke Jepang.
Pada 2006, barulah Kejaksaan Agung memasukkan namanya ke daftar pencarian orang.
Selain Samadikun, Kejaksaan Agung masih mengejar buronan lain, di antaranya, Lesmana Basuki, Eko Edi Putranto, Hary Matalata, Hendro Bambang Sumantri, Hesham al Warraq, dan Rafat Ali Rizvi.