Jusuf Kalla Berharap Dalam Waktu Dekat Pemerintah Filipina Memberikan Kepastian
Sepuluh orang ditahan kelompok Abu Sayyaf dan sisanya hingga kini belum jelas.
Editor: Hasanudin Aco
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Sudah sebulan lebih drama penyanderaan Warga Negara Indonesia (WNI) yang dilakukan kelompok bersenjata di Filipina Selatan berlangsung.
Sepuluh orang ditahan kelompok Abu Sayyaf dan sisanya hingga kini belum jelas.
Wakil Presiden RI, Jusuf Kalla, mengatakan hingga saat ini pemerintah masih berusaha berdiplomasi dengan pemerintah Filipina untuk memastikan nasib ke empat belas WNI yang disandera itu.
"Tentu kerja yang tidak mudah, nah kita menunggu satu (sampai) dua hari ini, untuk bagaimana pihak Filipina itu menyelesaikan masalah," ujar Jusuf Kalla kepada wartawan di kantor Wakil Presiden RI, Jakarta Pusat, Jumat (29/4/2016).
Pemerintah Indonesia berharap banyak dari upaya pemerintah Filipina dan memaklumi hingga saat ini Filipina tidak juga mengizinkan TNI masuk ke wilayah Filipina untuk membebaskan sandera.
"Karena sama saja, sekiranya ada orang Filipina di sandera di Indonesia, katakanlah di Poso misalnya pasti kita tidak izinkan tentara Filipina masuk ke sana," terangnya.
Kata dia kasus penyanderaan WNI di Bangkok pada tahun 1981 lalu, tidak bisa disamakan dengan kasus saat ini. Saat itu pelaku pembajakan pesawat adalah WNI, yang membajak kapal Garuda Indonesia.
Pesawat yang awalnya bertujuan ke Medan itu oleh para pembajak dibelokan ke Thailand, dan bertahan di bandara Don Muang, Bangkok. Karena para pelaku dan sandera masih ada di pesawat, maka kasus pembajakan itu masih merupakan tanggungjawab Indonesia.
"Pesawat itu dalam (konteks) hubungan internasional itu (masih) negeri kita, jadi bisa," terangnya.
Alhasil pemerintah Thailand memberikan izin untuk TNI menggelar operasi di bandara Don Muang.