Cerita Sandera Abu Sayyaf: 'Leher Kami Diancam Diiris'
Para anak buah kapal (ABK) kapal Brahma 12 yang telah dibebaskan oleh militan Abu Sayyaf di Filipina kemarin telah kebali ke keluarga
Editor: Hendra Gunawan
![Cerita Sandera Abu Sayyaf: 'Leher Kami Diancam Diiris'](https://asset-2.tstatic.net/tribunnews/foto/bank/images/sandera-abu-sayyaf-tiba-di-tengah-keluaga_20160503_071257.jpg)
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA -- Para anak buah kapal (ABK) kapal Brahma 12 yang telah dibebaskan oleh militan Abu Sayyaf di Filipina kemarin telah kembali ke keluarga masing-masing.
Berbagai pengalaman saat menjadi sandera pun menjadi cerita menarik bagi mereka untuk diceritakan kepada wartawan yang telah menunggu mereka, Senin (2/5/2016) di kediaman sebagian dari mereka.
Julian Philip, salah seorang sandera, mengungkapkan pengalamannya selama disandera kelompok Abu Sayyaf di Filipina.
Warga Minahasa itu bersama sembilan sandera lain sempat stres karena kerap diancam akan diiris lehernya.
Perasaan stres semakin menjadi-jadi ketika para penyandera membuktikan ancamannya ke salah seorang sandera asal Kanada yang dipenggal lehernya.
Menurut Julian, sebelum disandera, ia bersama awak kapal lainnya sedang melintas di perairan Malaysia.
Di tengah perjalanan, pada tanggal 25 April 2016, pukul 15.20 waktu setempat, Julian melihat ada dua kapal jenis speed boat yang terdeteksi di radar mereka. Awak speed boat itu pun langsung naik ke atas kapal.
Julian tidak menaruh curiga kepada delapan orang yang naik ke atas kapal tongkang yang membawa batu bara tersebut. Sebab, kedelapan orang itu menggunakan seragam polisi Filipina.
"Jadi mereka pakai seragam National Police Philipine. Jadi kami anggap sebagai petugas," ucap Julian.
Julian mendeskripsikan orang-orang tersebut berseragam dan membawa senjata lengkap. Senjata pun beragam, namun mayoritas membawa senjata serbu jenis M14 dan M16. Tanpa basa-basi, kedelapan orang tersebut langsung memborgol dan mengikat kesepuluh awak kapal tongkang tersebut.
"Kami kesepuluh itu langsung disandera di atas dan langsung diikat. Ada yang diborgol dan diikat," kata awak kapal yang bertugas sebagai mualim I atau Chief Officer ini.
"Kalau ada tentara Filipina datang ya kita bergerak. Pindah-pindah tempat. Tempatnya kayak hutan, ada pohon kelapa, pohon-pohon lain. Di sana kekurangannya satu aja. Air bersih. Karena kita di hutan," katanya.
"Kami stress karena sering diancam akan diiris dileher. Memang mereka begitu. Ke mana mereka pergi kita ikut terus," lanjutnya.
Kelelahan
Salah satu dari 10 Anak Buah Kapal (ABK) Brahma 12 yang menjadi korban penyanderaan lainnya yakni Alvian Elvis Repi (36), kemarin telah tiba di kediamannya di Jalan Swasembada Barat 17 nomor 25, RT 03/03 Kebon Bawang, Tanjung Priok, Jakarta Utara, Senin (2/5).
Pantauan Warta Kota, ucapan puji syukur tak henti-hentinya tertutur di mulut puluhan keluar Alvian.
Teriakan hingga tangisan histeris menghiasi suasana haru tepat di depan pagar kediaman Alvian yang berlantai dua tersebut.
Saat Alvian tiba tepat di depan pagar, hingga membuka pintu mobil Toyota Avanza B 31 VIS, anggota keluarga nampak berlarian dari dalam rumah dan meneriaki namanya berkali-kali.
"Alviaan! Alviaan! Alviaaan! Puji Tuhaan! Kau Maha Dahsyat!' teriak salah seorang anggota keluarganya dan berebutan memeluk Alvian. (bas/m8/tribun)