'Pasca RUU Pengampunan Pajak, Pemerintah Harus Ajukan RUU Ketentuan Umum Perpajakan'
RUU KUP diharapkan menjadi dasar pelaksanaan reformasi sistem perpajakan nasional yang akan membawa ke arah pencapaian target
Penulis: Yulis Sulistyawan
Editor: Hendra Gunawan
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA -- Wakil Ketua Dewan Perwakilan Daerah Republik Indonesia (DPD RI) Farouk Muhammad meminta Pemerintah untuk segera mengajukan Rancangan Undang-Undang (RUU) Ketentuan Umum Perpajakan (KUP) sebagai dasar hukum bagi sistem perpajakan nasional, setelah RUU Pengampunan Pajak mulai dibahas oleh DPR.
RUU KUP diharapkan menjadi dasar pelaksanaan reformasi sistem perpajakan nasional yang akan membawa ke arah pencapaian target yang diinginkan dan antisipatif terhadap perubahan-perubahan ke depan.
Oleh sebab itu, Pengampunan Pajak semestinya diletakan sebagai salah satu bagian dari cetak biru reformasi perpajakan yang utuh, bukan kebijakan yang berdiri sendiri. Ini adalah syarat agar tujuan untuk menaikan penerimaan negara dan perluasan basis pajak bisa terwujud.
“Pengampunan Pajak pada dasarnya berfungsi sebagai insentif untuk menggiring wajib pajak yang belum taat untuk masuk ke dalam sistem, setelah sistem tersebut dibenahi dan tidak ada celah untuk keluar lagi. Atau jika diibaratkan UU Pengampunan Pajak adalah kran air, maka UU Ketentuan Umum Perpajakan merupakan wadah airnya, sehingga harus disiapkan terlebih dahulu dengan wadah yang lebih besar dan tidak bocor” disampaikan Farouk Muhammad di Jakarta, Senin (2/5/2016).
Senator Asal Nusa Tenggara Barat (NTB) ini menjelaskan, seharusnya pemerintah mengajukan RUU KUP sebagai dasar reformasi sistem perpajakan (Tax Reform), baru kemudian mengusulkan RUU Pengampunan Pajak. Benlum adanya perbaikan sistem dan mekanisme perpajakan yang memadai, maka RUU Pengampunan Pajak hanya terfokus pada manfaat jangka pendek berupa tambahan pemasukan negara untuk menutup tidak tercapainya penerimaan dari pajak (shortfall).
Oleh sebab itu, pemerintah harus cermat dan hati-hati dalam menggunakan perangkat hukum terkait pengampunan pajak. Selain itu, dampak lain yang ditimbulkan dari Tax Amnesty adalah potensi moral hazard relatif tinggi, karena sulit mengukur kepatuhan wajib pajak setelah memperoleh pengampunan. Kecenderungannya wajib pajak akan kembali menempatkan dananya ke luar negeri.
"Selain itu, Wacana pengampunan pajak tidak menimbulkan efek kejut tetapi memberikan alibi baru bagi Wajib Pajak bandel untuk lolos dari sanksi.” Tegasnya.
Lebih jauh Farouk menambahkan, dengan adanya RUU KUP akan tercipta kebijakan pajak yang berkesinambungan dari KUP sebelumnya, dimana akan memperbaiki kerangka kebijakan perpajakan sebelumnya yang ditenggarai sudah tidak relevan dengan perkembangan ekonomi. Selain itu, diharapkan dalam KUP nantinya akan terdapat perubahan struktur kelembagaan perpajakan yang lebih efektif dan efisien dari sisi tugas dan kewenangannya.
KUP juga diharapkan akan memberikan kemudahan bagi pemerintah untuk bisa merealisasikan road map perpajakan 2015-2019 yang sudah pernah disusun oleh Direktorat Jenderal Pajak (DJP), dimana target rasio pajak (tax ratio) akan mencapai 16% pada tahun 2016.
Oleh sebab itu, dengan mengakomodasikan kebutuhan jangka pendek dan jangka panjang reformasi sistem perpajakan, Farouk berharap, setelah RUU Pengampunan Pajak dibahas, maka pemerintah perlu segera menindaklanjuti dengan RUU Ketentuan Umum Perpajakan, sebagai bentuk reformasi sistem perpajakan nasional.
Barulah kemdian pemerintah bisa merencanakan target penerimaan perpajakan yang lebih realistis dan sesuai dengan kondisi yang ada, tutup Farouk.
Kirim Komentar
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.